Friday, October 8, 2021

Book Review: All That is Lost Between Us by Winna Efendi

.
BOOK review
Started on: 24 September 2021
Finished on: 26 September 2021
 
 
Title: All That is Lost Between Us
Author: Winna Efendi
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
Pages: 304 pages
Year of Publication: 2021
Price: Rp 69,000 (https://www.gramedia.com/)

Rating: 4/5
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Perasaan, pilihan, keputusan. Mereka hal-hal paling rumit yang pernah ada."
Bas adalah seorang dokter ahli bedah pediatri yang terus pindah dari kota ke kota, bekerja di berbagai rumah sakit, sebelum akhirnya ia berakhir di sebuah klinik sederhana di kota kecil pedalaman Australia. Namun, setelah 11 tahun lamanya, Bas akhirnya memutuskan untuk berhenti berlari dan kembali ke Melbourne dan memulai segalanya dari awal. Di sisi lain, Bee adalah seorang dokter Unit Gawat Darurat yang selalu menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan. Ia sama sekali tidak menyangka akan kembali bertemu dengan Bas di rumah sakit tempatnya bekerja. Bee tidak punya rencana untuk hidup di masa lalu, karena kesalahan besar yang mereka perbuat 11 tahun yang lalu sudah cukup menghancurkan kehidupan mereka. Kini, keduanya berada di tempat mereka bermula. Semuanya tergantung pada mereka—memutuskan untuk meninggalkan rasa yang terkubur di masa lalu itu, atau memutuskan untuk memberi kesempatan kedua untuk apa yang pernah mereka rasakan.
"Dia matahari, hujan badai, dan pelangi pada saat bersamaan. Pada suatu titik dalam hidupku, dialah segalanya."
"Again, I wonder if our past is too broken to be fixed. Bahwa di sinilah kami sekarang—pada sudut masing-masing, menghadap arah yang berlawanan."
Sudah lama sekali rasanya sejak terakhir kali aku membaca buku yang ditulis oleh Winna Efendi. Oleh karena itulah, saat aku mengetahui kalau ia menerbitkan buku yang baru tahun ini, tanpa pikir panjang aku langsung memasukkannya ke dalam daftar bacaanku. Tidak perlu diragukan lagi, penulisan Winna Efendi selalu mengalir dengan baik dan terasa mudah untuk dinikmati—membuatku ingin terus membaca halaman demi halaman tanpa berhenti. Aku rasa karena itu jugalah aku tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan buku ini. Cara Winna Efendi menuliskan ceritanya membuatku hanyut dalam setting yang ia bangun serta kisah cinta yang bittersweet antara Bee dan Bas.
"Tidak ada tombol reset. Tidak ada kesempatan kedua.
Apparently, history is all that we have left."
"Kita tidak bisa memperbaiki sesuatu yang sudah rusak, Sebastian. Tapi, mungkin kita bisa menciptakan sesuatu yang baru dari pecahan-pecahannya. Menjadikannya sesuatu yang lebih baik, juga lebih kuat dari sebelumnya."
All That is Lost Between Us ditulis lewat sudut pandang pertama karakter utama kisah ini, yaitu Bee dan Bas. Kedua karakter utamanya bekerja sebagai dokter, sehingga cukup banyak istilah medis yang digunakan dalam keseharian mereka dan juga diselipkan cerita-cerita tentang pasien yang harus mereka tangani. Bee dan Bas telah terpisah selama 11 tahun sebelum akhirnya mereka bertemu kembali, namun alasan dari perpisahan mereka diceritakan sedikit demi sedikit oleh penulis—sehingga cenderung membuat pembaca penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada mereka di masa lalu. Sebetulnya, sejak awal cerita ini dimulai, ada beberapa petunjuk yang diberikan agar pembaca bisa menebak sedikit demi sedikit. Walaupun aku sudah bisa menduga kurang lebih apa yang sesungguhnya terjadi antara Bee dan Bas di masa lalu, aku tetap menikmati momen ketika penulis akhirnya mengungkap semuanya. Aku rasa apa yang mereka lakukan pasti akan meninggalkan luka yang dalam untuk diri mereka sendiri maupun bagi satu sama lain, terutama karena peran mereka sebagai dokter.

Selain kejadian di masa lalu yang membuat mereka akhirnya berpisah, pergumulan pribadi yang dilalui oleh Bee dan Bas juga adalah hal lain yang selama ini menjadi faktor penting dalam hubungan mereka. Bee hanya dibesarkan oleh ibunya seorang diri tanpa memiliki sosok ayah; dan hubungan Bee dengan ibunya tidaklah begitu baik karena ibunya fokus membangun karier sebagai seorang dokter. Pemikiran yang dimiliki oleh ibunya sedikit banyak mempengaruhi Bee saat mengambil keputusan dalam hidup—yang malah menimbulkan penyesalan pada akhirnya. Sedangkan Bas kehilangan kedua orangtuanya saat ia masih kecil dan akhirnya diasuh oleh sebuah keluarga sebagai anak angkat. Meskipun ia mendapatkan kasih sayang dari keluarganya yang baru, Bas tidak pernah menganggap dirinya bagian dari keluarga tersebut dan cenderung menjaga jarak. Aku suka dengan perkembangan karakter keduanya dan perjalanan mereka dalam menyembuhkan diri dari luka masa lalu. Rasanya ikut lega sewaktu Bee dan Bas akhirnya bisa memaafkan diri mereka sendiri dan belajar untuk menerima apa yang terjadi di masa lalu.
"Menangislah, kalau itu menyakitkan. Marah, kalau memang merasa marah. Rasakan, supaya kau bisa menemukan cara untuk melepaskannya."
"Ada beberapa kejadian dalam hidup yang harus kita terima seberapa pun beratnya, dan terkadang itu bukan salah siapa-siapa."
Dalam buku ini, ada beberapa karakter pendukung yang juga tidak kalah pentingnya dalam perkembangan alur cerita secara keseluruhan. Selama kisah ini berlangsung, penulis juga banyak menyelipkan kilas balik sehingga pembaca bisa mengetahui apa yang pernah terjadi di masa lalu. Aku rasa hal tersebut membuatku merasa mengenal setiap karakter dengan jauh lebih baik dan jadi bisa mengerti alasan di balik keputusan maupun perbuatan mereka. Ada banyak juga kutipan-kutipan yang aku sukai dalam buku ini, yang menurutku bisa mengingatkan apabila mungkin pembaca juga sedang melalui apa yang sedang dialami oleh Bee dan Bas. Salah satu hal utama yang aku petik dari buku ini adalah pentingnya memiliki keberanian untuk memberi kesempatan kedua untuk diri kita sendiri. Walaupun sudah pernah mengalami kegagalan, tidak pernah ada kata terlambat untuk mencoba atau memulai lagi.

Overall, aku menikmati lika-liku kisah cinta Bee dan Bas dari awal sampai akhir. Walaupun sebenarnya cukup klise—cinta lama yang bersemi kembali, penulisan Winna Efendi yang manis dan mengalir membuat pengalaman membacaku jadi lebih menyenangkan. Dan meskipun mengusung tema yang cukup berat, penulis berhasil menyuguhkan kisah ini dengan ringan dan mudah dibaca. Keseluruhan ceritanya pun berakhir dengan hangat; membuatku turut merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh kedua karakter utamanya. Semoga ke depannya Winna Efendi terus menerbitkan karya-karya yang bisa terus menginspirasi pembaca :)
"It is true—we will always have the past behind us. Masa kelam, masa bahagia, masa-masa penuh sesal dan kekeliruan. Tapi aku ingin percaya bahwa kami mampu melewati itu, dan semua yang telah terjadi hanya akan membuat kami lebih kuat.
And you know what they say; the best time for new beginnings is always now."
by.stefaniesugia♥ .
 

No comments:

Post a Comment