photo wishlist_zps2544b6d7.png

Tuesday, September 14, 2021

Book Review: Janji by Tere Liye

.
BOOK review
Started on: 28 August 2021
Finished on: 5 September 2021
 
 
Title: Janji
Author: Tere Liye
Publisher: Penerbit Sabak Grip
Pages: 488 pages
Year of Publication: 2021
Price: Rp 71,200 (https://www.gramedia.com/)

Rating: 4.5/5
 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Sungguh, nurani kecil itu bisa membuat perbedaan besar. Dan Bahar 'terlanjur' memilikinya.
Dipatri dengan kokoh oleh sebuah janji."
Hasan, Baso, dan Kahar adalah tiga sekawan yang selalu membuat ulah di sebuah sekolah agama yang terkenal—mereka menggunakan segala macam cara untuk memberontak dengan harapan agar mereka dikeluarkan dari sekolah itu. Akan tetapi, alih-alih menghukum mereka dengan cara yang biasa, Buya—pemimpin sekolah agama tersebut, malah mengirim tiga sekawan ini untuk pergi menjalankan sebuah misi menemukan seseorang bernama Bahar. Misi tersebut tentunya membuat Hasan, Baso, dan Kahar kegirangan karena mereka bisa jalan-jalan; namun mereka tidak pernah menyangka apa yang akan mereka temukan dalam perjalanan tersebut.
"Hidup ini seperti lelucon. Penguasa langit dan bumi seperti mengolok-olok dirinya."
 
Sepertinya terakhir kali aku membaca karya Tere Liye adalah sekitar tiga tahun yang lalu. Rasanya menyenangkan untuk kembali menikmati tulisannya yang selalu mengalir dan berhasil membuatku ingin segera mengetahui akhir ceritanya. Aku memutuskan membeli buku ini tanpa tahu ceritanya tentang apa—sinopsis di bagian belakang bukunya pun juga tidak memberikan banyak petunjuk. Meski demikian, buku ini berhasil membuatku tertarik dengan kisahnya sejak halaman pertama dan terus-menerus membuatku penasaran sampai halaman terakhir. Buku ini ditulis dari sudut pandang orang ketiga, dengan alur yang menceritakan masa sekarang dan masa lalu. Di masa sekarang, Hasan, Baso, dan Kahar menelusuri jejak kehidupan Bahar—murid yang pernah diusir dari sekolah agama 40 tahun yang lalu. Seiring perjalanan, mereka menemui orang-orang yang hidupnya pernah bersinggungan dengan Bahar, dan merekalah yang mengisahkan sepotong demi sepotong kehidupan Bahar di masa lampau.

Sejak mengetahui alasan Bahar dikeluarkan dari sekolah 40 tahun yang lalu, aku juga jadi ikut penasaran dan ingin tahu bagaimana nasibnya setelah pergi dan berkelana seorang diri. Dan ternyata, setiap fase kehidupan Bahar menyuguhkan pengalaman dan pelajaran yang perlahan-lahan membuatnya semakin dewasa dan bijaksana seiring dengan bertambahnya usia. Awalnya aku dibuat bingung dengan perilaku dan pilihan hidup Bahar yang terkadang seperti tidak selaras dengan tabiatnya. Walaupun hidup mabuk-mabukan seolah tidak punya tujuan hidup, Bahar tidak pernah berpikir dua kali untuk menolong orang lain—walaupun tindakan itu merugikan untuknya. Bahkan ada pengorbanan Bahar yang menurutku tidak masuk akal tetapi ia lakukan juga tanpa mengeluh sedikitpun. Aku pikir semua yang ia lakukan adalah karena kejadian 40 tahun lalu yang terus menghantuinya, namun ternyata jawaban sesungguhnya kutemukan di halaman terakhir buku ini. Jawaban yang kemudian membuatku mengerti kenapa buku ini diberi judul Janji.
"Aku melakukannya untuk menebus dosaku."
Dalam ulasan ini, aku tidak akan terlalu banyak membahas detail ceritanya untuk menghindari spoiler bagi yang belum membaca buku ini. Oleh karena itu, aku akan membagikan beberapa bagian buku ini yang berkesan untukku; beberapa bahkan membuatku ikut merenungkan tentang kehidupan. Salah satu orang yang pernah berteman akrab dengan Bahar adalah Asep, seorang tukang pijat yang buta sedari lahir. Dengan segala keterbatasannya, Asep menjalani kehidupannya dengan riang meski harus menerima takdir yang buruk. Aku sangat kagum dengan karakter Asep yang tidak pernah segan berbagi dengan Bahar dan kebaikannya berhasil sedikit melunakkan hati Bahar yang keras.

Pengalaman Bahar di penjara adalah momen yang paling menyayat hati karena ia diperlakukan dengan tidak baik oleh para sipir. Meski demikian, ia tetap teguh dengan pendiriannya untuk senantiasa menolong orang yang lemah dan teraniaya—sekalipun orang itu adalah seorang penjahat yang mungkin tidak pantas untuk mendapat pertolongan. Di momen itu, aku merasa sangat iba dengan Bahar dan berharap akan ada hal baik yang terjadi dalam hidupnya. Oleh karena itu, setelah keluar dari penjara dan berusaha memulai kehidupan yang baru, aku turut bahagia karena akhirnya Bahar tidak perlu menanggung penderitaan yang tidak seharusnya ia pikul. Di usianya yang cukup dewasa, Bahar memulai sebuah jasa reparasi. Integritas Bahar saat bekerja sungguh mengagumkan; karena usaha yang ia bangun bertujuan untuk membantu orang lain, tidak semata-mata hanya untuk uang. Caranya berbisnis membuat banyak orang percaya kepada Bahar dan usahanya malah berkembangan dengan pesat. Aku rasa kehidupan Bahar bisa menjadi inspirasi bagi kita semua untuk hidup tidak hanya mementingkan kepentingan diri kita sendiri, tetapi juga selalu berusaha untuk menolong orang di sekitar kita.
"Kata orang bijak dulu, kau akan lebih menyesal bukan karena kau melakukan sesuatu dan ternyata itu gagal atau keliru. Kau akan lebih menyesal saat kau tidak pernah melakukan sesuatu, mengingat betapa tidak beraninya kau mengambil keputusan."
Salah satu pelajaran paling berharga yang aku petik dari buku ini adalah ketika Bahar bertemu dengan Haryo, yang mengajarkan pentingnya melihat hidup dari sisi yang berbeda. Sewaktu Bahar merasa kecewa dan marah dengan Tuhan, Haryo yang menyadarkannya bahwa masih ada banyak hal baik dalam kehidupannya yang patut ia syukuri. Terkadang kita terlalu fokus dengan permasalahan dan penderitaan yang sedang kita alami, sehingga kita lupa kalau masih ada begitu banyak anugerah yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Pada akhirnya, perjalanan hidup Bahar juga menjadi sebuah pembelajaran yang berharga bagi Hasan, Baso, dan Kahar. Tiga Sekawan ini jadi menyadari betapa pentingnya pelajaran-pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah agama bagi kehidupan mereka.

Secara keseluruhan, aku sangat menikmati kisah Bahar serta cara penulisan Tere Liye yang mengalir dan mudah untuk dinikmati. Penulis berhasil mempermainkan emosiku dengan naik turunnya kehidupan Bahar selama puluhan tahun—ikut miris saat Bahar menderita namun kemudian ikut senang saat ia akhirnya mendapatkan kebahagiaan. Rasa penasaranku di bagian awal buku ini pun akhirnya terjawab di halaman terakhir, membuat semuanya jadi jelas. Banyak pesan moral yang bisa dipetik dari kisah Bahar, mengingatkan kita tentang hal-hal penting yang patut kita pegang dalam menjalani kehidupan ini (walaupun mungkin tidak se-ekstrem yang dilakukan Bahar). Semoga Tere Liye akan terus menghasilkan karya yang bisa dinikmati oleh banyak orang dan menyuguhkan cerita yang penuh dengan makna 😊.
"...setelah beberapa jam lalu mendengar cerita Bahar yang terjebak di terowongan tambang, dia paham satu hal: kita selalu bisa memilih, bersabar atau marah. Bersyukur atau ingkar. Bahkan saat situasi itu memang menyakitkan, boleh jadi tetap ada kebaikan di sana. Dan orang-orang yang sabar dan bersyukur akan memilih mengingat hal-hal yang baik dibandingkan yang menyakitkan."
by.stefaniesugia♥ .
 

2 comments:

  1. Wah. Jadi pengen bacaaa... Udah lama banget gak baca buku Tere Liye

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa samaa XD Akhirnya aku baca buku Tere Liye lagi setelah 3 tahun :')

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...