BOOK review
Started on: 17.February.2016
Finished on: 23.February.2016
Finished on: 23.February.2016
Judul Buku : Hujan
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 320 Halaman
Tahun Terbit: 2016
Tahun Terbit: 2016
Harga: Rp 57,800 (http://www.pengenbuku.net)
Rating: 3.5/5
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rating: 3.5/5
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Dalam kehidupan Lail, hal-hal penting selalu terjadi saat hujan, juga seperti saat itu, saat Lail berdiri menatap ke luar jendela plastik rumah-rumahan berwarna oranye, menatap hujan yang makin deras, seolah menyampaikan dukacita bagi penduduk kota."Suatu hari di tahun 2042, saat semua orang menjalani kehidupan mereka seperti biasa, sebuah bencana besar datang menghantam bumi. Hari itu, Lail sedang dalam perjalanan berangkat ke sekolah bersama Ibunya menumpang kereta bawah tanah. Tanpa mengetahui bencana yang sedang terjadi di luar, Lail beserta ratusan penumpang yang lain akhirnya terjebak. Saat akhirnya menemukan jalan keluar, Lail adalah salah satu orang pertama yang menaiki tangga darurat. Sayangnya, tangga darurat tersebut tidak bertahan lama hingga akhirnya runtuh. Nyawa Lail terselamatkan berkat seorang anak lelaki yang mencengkram ranselnya, Esok. Sejak hari itu, Lail menjadi seorang yatim piatu; dan kini yang ia miliki hanyalah Esok.
"Malam itu bencana baru telah datang. Tidak seperti gunung meletus yang akibatnya langsung terlihat, kali ini rantai akibatnya panjang dan tidak terlihat solusinya."Lail dan Esok menjalani hari-hari mereka bersama di tempat pengungsian. Kebersamaan itu terasa begitu nyaman dan indah, hingga akhirnya mereka harus berpisah. Kecerdasan Esok membuatnya diangkat oleh sebuah keluarga berada yang mengharuskannya ikut pindah ke Ibu Kota. Tanpa Esok, Lail tinggal di panti sosial dan mendapat teman sekamar yang kemudian menjadi sahabat terbaiknya, Maryam. Tahun-tahun berlalu, dan kini dengan kecanggihan teknologi yang ada, Lail sedang duduk di sebuah ruangan kecil bersama seorang paramedis untuk mengubah ingatannya. Karena ia ingin menghapus semua ingatannya tentang hujan.
"Apa yang dia harapkan dari Esok? Bukankah dia bukan siapa-siapa Esok, hanya anak kecil yang dulu pernah diselamatkan. Lihatlah, Esok sekarang sudah bukan yang dulu. Sebutkan nama Soke Bahtera, seluruh kota tahu. Bagaimana mungkin Lail akan berharap kepada seseorang yang jauh sekali bagai purnama?"
image source: here. edited by me. |
Saat buku ini dikabarkan akan terbit, aku sangat menantikannya karena Tere Liye adalah salah satu penulis lokal favoritku. Akan tetapi cukup disayangkan karena aku tidak sepenuhnya puas dengan alur ceritanya. Buku ini menggunakan setting waktu di masa depan, yaitu pada tahun 2040-an saat segalanya di dunia ini sudah jauh lebih canggih daripada yang ada sekarang. Kisahnya diawali dengan bencana yang menimpa bumi, sehingga masyarakat harus bertahan hidup dengan berbagai macam kesulitan. Karakter utamanya, Lail, menjalani hari-harinya bersama Esok yang telah menyelematkan hidupnya. Pada awalnya, Lail hanya mengangggap Esok sebagai teman terbaiknya; namun seiring dengan tahun-tahun yang berlalu, ia sadar bahwa baginya Esok jauh lebih penting daripada itu. Selain mengikuti perjalanan cinta Lail, ceritanya juga memperkenalkan pembaca pada Maryam, sahabat sekaligus orang yang melalui banyak hal bersama Lail.
Alur ceritanya sendiri lebih banyak fokus kepada dampak bencana serta bumi yang sedang menuju ke kehancuran; padahal aku lebih tertarik pada perkembangan hubungan antar-karakter dan pergolakan emosi yang mereka alami. Aku merasa beberapa bagian ceritanya terasa seperti diulang-ulang, sehingga membuat alurnya terasa berjalan lambat. Untungnya, alur maju-mundur yang digunakan oleh penulis berhasil terus membuatku penasaran tentang alasan sebenarnya mengapa Lail memutuskan untuk menghapus ingatannya tentang hujan. Aku juga sangat suka dengan ending-nya yang berhasil membuatku tegang dan khawatir apa yang akan terjadi. Kisahnya ditutup dengan manis dan tidak lupa juga meninggalkan sebuah pesan tentang menerima serta merelakan.
Secara keseluruhan, aku bisa menikmati buku ini dengan baik dari awal hingga akhir karena aku terus dibuat penasaran tentang apa yang sesungguhnya terjadi pada Lail. Banyaknya detail tentang dunia serta teknologi di masa tahun 2040-an tidak begitu mendukung perkembangan ceritanya. Oleh karena itulah aku mengharapkan alur cerita yang menelusuri lebih jauh karakter serta perasaan yang mereka lalui. Mengesampingkan beberapa kekecewaanku, Hujan mengangkat tema cerita yang cukup menarik dan berhasil menggugah imajinasiku tentang apa yang bisa saja terjadi di masa depan.
Alur ceritanya sendiri lebih banyak fokus kepada dampak bencana serta bumi yang sedang menuju ke kehancuran; padahal aku lebih tertarik pada perkembangan hubungan antar-karakter dan pergolakan emosi yang mereka alami. Aku merasa beberapa bagian ceritanya terasa seperti diulang-ulang, sehingga membuat alurnya terasa berjalan lambat. Untungnya, alur maju-mundur yang digunakan oleh penulis berhasil terus membuatku penasaran tentang alasan sebenarnya mengapa Lail memutuskan untuk menghapus ingatannya tentang hujan. Aku juga sangat suka dengan ending-nya yang berhasil membuatku tegang dan khawatir apa yang akan terjadi. Kisahnya ditutup dengan manis dan tidak lupa juga meninggalkan sebuah pesan tentang menerima serta merelakan.
"Tapi tidak mengapa. Toh semua akan kalah oleh waktu. Ibu belajar banyak bahwa sebenarnya hanya orang-orang kuatlah yang bisa melepaskan sesuatu, orang-orang yang berhasil menaklukkan diri sendiri. Meski terasa sakit, menangis, marah-marah, tapi pada akhirnya bisa tulus melepaskan, maka dia telah berhasil menaklukkan diri sendiri."Karakter-karakter yang ada dalam buku ini tidak ada yang terlalu spesial untukku. Yang paling berkesan untukku adalah karakter Maryam, karena menurutku ia adalah seorang sahabat yang sejati—yang selalu bersedia membantu bahkan menyadarkan Lail saat dibutuhkan. Justru bagiku karakter utamanya, Lail, malah terasa sedikit menyebalkan. Atau lebih tepatnya membuatku geregetan dengan cara pikirnya. Dan sebenarnya tidak ada yang buruk tentang karakter Esok, aku hanya merasa ia adalah karakter yang standar dan tidak meninggalkan kesan berarti untukku.
Secara keseluruhan, aku bisa menikmati buku ini dengan baik dari awal hingga akhir karena aku terus dibuat penasaran tentang apa yang sesungguhnya terjadi pada Lail. Banyaknya detail tentang dunia serta teknologi di masa tahun 2040-an tidak begitu mendukung perkembangan ceritanya. Oleh karena itulah aku mengharapkan alur cerita yang menelusuri lebih jauh karakter serta perasaan yang mereka lalui. Mengesampingkan beberapa kekecewaanku, Hujan mengangkat tema cerita yang cukup menarik dan berhasil menggugah imajinasiku tentang apa yang bisa saja terjadi di masa depan.
Saya juga salah satu penikmat karya Tere Liye. Soalnya, karyanya penuh pembelajaran..
ReplyDeletehttp://hapudin.blogspot.co.id/2016/02/buku-hujan-by-tere-liye.html?m=1
Sepertinya cukup menarik.. Tapi menurut saya, dengan alur cerita dimasa depan itu kurang menguntungkan, imajinasi kita bakalan terlalu tinggi. Bakalan gak terlalu kesampaian.
ReplyDeleteYa, aku setuju jika kak Stefanie menyebutkan jika endingnya sangat berkesan. Sesuai dengan apa yang aku harapkan.
ReplyDeleteTapi justru penggambaran kemajuan teknologi di tahun 2040'an itu sangat membuat aku suka.
Oh iya, baca juga review ku di sini ya kak: http://www.ach-bookforum.blogspot.in/2016/03/book-review-hujan-tere-liye.html
Komen juga kalau boleh, hehe.
Thanks:))
Yup satu-satunya hal yang buat aku melanjutkan membaca sampai selesai adalah karena rasa penasaran mengapa lail pengen banget menghapus ingatannya...dan aku gak terlalu suka dengan penggambaran teknologi masa depan yang terasa agak aneh...
ReplyDeleteReplyDelete