BOOK review
Started on: 18.September.2015
Finished on: 19.September.2015
Finished on: 19.September.2015
Judul Buku : Sincerely Yours
Penulis : Tia Widiana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 248 Halaman
Tahun Terbit: 2015
Tahun Terbit: 2015
Harga: Rp 45,600 (http://www.pengenbuku.net/)
Rating: 5/5
Giveaway berhadiah 2 (dua) buku Sincerely Yours di akhir review ini.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rating: 5/5
Giveaway berhadiah 2 (dua) buku Sincerely Yours di akhir review ini.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Inge takut bertanya karena jauh di lubuh hatinya, Inge tahu dia tidak ingin mendengar jawabannya.Inge adalah seorang penulis novel thriller yang tinggal sendiri di sebuah kompleks perumahan yang mayoritas berisi pasangan pensiunan atau keluarga muda. Demi membantu tetangganya, Inge harus membiarkan seorang lelaki bernama Alan tinggal di rumahnya untuk semalam. Keesokan paginya, saat Inge menduga bahwa Alan akan pergi begitu saja, lelaki itu malah membelikannya sarapan sebagai bentuk ucapan terima kasih. Keduanya menikmati waktu yang mereka habiskan bersama, dan baju yang dipinjam oleh Alan dari Inge pun menjadi sebuah alasan untuk pertemuan mereka yang selanjutnya.
Inge takut bertanya karena Alan merupakan salah satu hal terbaik yang terjadi di hidupnya. Inge takut, karena dia tahu, hal-hal terbaik dalam hidup tak terjadi dua kali.
Dia hanya punya satu kesempatan."
"Untuk pertama kalinya, untuk waktu yang amat lama, malam ini, Inge tak memikirkan apa-apa... Membiarkan Alan mengantarkannya pulang, dan membiarkan Alan memilih makan malam.Di saat mereka mengira bahwa pertemuan kedua itu akan menjadi pertemuan terakhir mereka, pertemuan antara keduanya terus berlanjut. Inge dan Alan dengan cepat merasa nyaman dengan keberadaan satu sama lain dan menghabiskan banyak waktu bersama. Akan tetapi kebahagiaan yang mereka rasakan tidak berlangsung lama saat Alan mengungkapkan sesuatu yang selama ini menjadi kekhawatiran Inge. Perlahan, Inge pun mulai mengambil langkah mundur—karena ia tidak ingin mengulangi hal yang telah membuat hatinya terluka untuk sekian lama. Namun Alan tahu ia tidak ingin dan tidak akan bisa menghapus perempuan itu dari hidupnya.
Ketenangan yang—sayangnya, tak berlangsung lama."
"Tapi kapan sebenarnya orang bisa memutuskan bahwa mereka jatuh cinta?
Inge tak tahu. Cinta mungkin mudah diucapkan ketika berumur belasan. Makin dewasa, cinta makin butuh alasan dan pembenaran."
image source: here. edited by me. |
Buku ini berhasil menangkap perhatianku sejak halaman pertama dengan auranya yang kelam dan sedikit menyeramkan. Aku baru mengerti kemudian bahwa bab pembuka itu adalah bagian dari novel yang ditulis oleh Inge, karakter utama cerita ini. Novel yang ditulis dari sudut pandang ketiga ini mengawali ceritanya dengan mempertemukan kedua karakter utamanya—Inge dan Alan—lewat sebuah situasi yang aneh. Dan lewat situasi itulah chemistry antara keduanya dibangun oleh penulis. Meskipun semuanya terjadi dalam jangka waktu yang cepat, perkembangan hubungan mereka tetap terasa alami dan keduanya benar-benar menikmati keberadaan satu sama lain. Konflik utama ceritanya adalah luka hati Inge berkaitan dengan Ibunya dan juga hubungan Alan yang membuat Inge menarik diri. Dua konflik ini pun pada akhirnya membaur menjadi satu; karena untuk bisa menerima apa yang terjadi, Inge harus terlebih dahulu berdamai dengan masa lalu serta dirinya sendiri. Dengan hanya satu konflik besar dalam ceritanya, kisah ini memang terasa sangat sederhana—namun buku ini tetap berhasil membuatku menikmati manisnya hubungan Inge dengan Alan dan juga penasaran bagaimana ceritanya akan berakhir. Ending-nya agak sedikit membingungkan untukku karena semuanya terjadi begitu cepat dan juga mengambil beberapa sudut pandang dari karakter yang berbeda. Meski demikian, aku tetap puas dengan bagaimana ceritanya berakhir—walau sebenarnya aku berharap masih ada halaman lanjutan karena aku masih ingin berada lebih lama bersama Alan :')
"Dia tidak menjadikanmu selingkuhannya. Dia menghargai mantan pacarnya, dengan tidak menjelek-jelekkannya di hadapanmu. Alan tidak berusaha memacarimu sebelum memutuskan hubungan sebelumnya. Because that's what lesser man would do."Tentu saja, karakter favoritku adalah Alan. Tidak hanya karena karakternya yang nyaris sempurna tetapi lewat karakter ini juga pikiranku jadi sedikit terbuka. Jika situasi Alan ditempatkan di dunia nyata, mungkin orang akan menganggapnya telah berselingkuh. Tetapi setelah membaca cerita ini, aku merasa bahwa apa yang Alan lakukan kemudian justru membawa kebaikan untuk mereka semua. Dan aku cukup menyetujui hal tersebut. Walaupun akan ada pihak yang terluka, aku rasa apa yang terjadi adalah untuk kebahagiaan semua orang. Dan itu jauh lebih baik daripada meneruskan apa yang sudah ada namun dengan keterpaksaan. Karakter Alan adalah tipe the perfect gentleman, yang sukses membuatku jatuh hati dengan gestur sederhana yang manis :3
Meskipun karakter Inge tidak terlalu meninggalkan kesan istimewa, aku suka dengan perubahan yang ia alami lewat apa yang terjadi. Aku sangat menyukai chemistry-nya dengan Alan, dan aku juga suka rekonsiliasi antara Inge dengan Ibunya. Semuanya terjadi dengan sangat sederhana namun terasa begitu nyata bagiku. Selain kedua karakter utamanya, ada beberapa karakter lain yang turut mendukung perkembangan ceritanya. Tetapi aku tidak akan membahas semuanya satu per satu supaya tidak terlalu banyak spoiler dalam review ini.
"Truth and reconciliation, and in that order. Perdamaian hanya bisa dicapai denngan kebenaran. Diam-diam Inge bersyukur ibunya mengatakan yang sejujurnya, tidak sekuat tenaga membela diri atau membela pilihan-pilihan yang diambilnya di masa lalu."Harus kuakui, setelah membaca buku kedua Tia Widiana ini, aku tahu aku sudah terlanjur jatuh cinta pada penulisannya yang selalu mengalir dengan baik. Meskipun aku menemukan beberapa typo dalam buku ini, hal tersebut tidak terlalu mengurangi kenikmatan membacaku. Seperti yang sudah aku sebutkan sebelumnya, kisah Inge dan Alan ini sangat sederhana namun tetap terasa manis. Buku ini berhasil membuatku sulit untuk berhenti membaca karena aku selalu memikirkan tentang bagaimana ceritanya akan berakhir. Tentunya, aku akan terus menantikan karya Tia Widiana yang selanjutnya—dan semoga aku tidak perlu menunggu terlalu lama ;)
"Tapi menjadi pengecut memang selalu mudah. Melarikan diri memang selalu mudah, seperti yang dilakukan Inge saat dia dan Alan bertengkar hebat soal Ruby.
Melakukan hal yang benar, mengakui kesalahan, selalu sulit dan menakutkan."
BOOK GIVEAWAY
3 - 7 Oct 2015 | AVAILABLE FOR SHIPPING IN INDONESIA ONLY.
1. Follow blog Bookie-Looker via Google Friend Connect (GFC) atau Bloglovin.3. Promosikan giveaway ini melalui tweet dan jangan lupa mention ke dua twitter di atas dengan hashtag #GASincerelyYours4. Tuliskan di bagian komentar: Nama, E-mail / akun Twitter (untuk menghubungi jika kalian menang), link tweet kalian, dan jawaban untuk pertanyaan: "Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
Pemenang akan diumumkan tanggal 9 Oktober 2015 :) Tersedia 2 (dua) buah buku Sincerely Yours untuk giveaway ini :) Semoga beruntung!
by.stefaniesugia♥ .
by.stefaniesugia♥ .
Nama: Aulia
ReplyDeleteE-mail: auliyati.online@gmail.com
Twitter: @nunaalia
link tweet: https://twitter.com/nunaalia/status/650135372819644416
"Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
Dalam masyarakat kita, menjadi orang ketiga pasti jadi omongan yg negatif. Tapi kita tidak bisa menolak jika cinta itu datang. Cinta adalah anugrah yg diberikan Tuhan. Cinta datang tanpa diduga kepada siapapun. Ketika kita jatuh cinta pada orang yg sudah memiliki pasangan, itu mungkin fase kehidupan yg harus kita lalui.
Ketika seseorang yg telah memiliki pasangan berpaling kepada hati yg lain, mungkin dia tidak lagi menemukan kenyamanan dari pasangannya tersebut. Mungkin mereka mengalami masalah dalam hubungan mereka. Walaupun kadang ada juga memang mempunyai sifat 'nakal', tergantung pribadi masing-masing.
Mungkin menjadi orang ketiga dalam hubungan yg masih dalam tahap pacaran tidak terlalu menjadi masalah, karena masing-masing pihak masih dalam proses mencari jodoh yg sebenarnya telah ditentukan Tuhan. Bisa saja kan pihak ketiga itulah jodoh yg sebenarnya.
Tapi ketika hubungan itu sudah menjadi sebuah pernikahan, mungkin masalah akan menjadi lebih berat, apalagi jika sudah ada anak-anak yg masih membutuhkan orangtua mereka.
Aku sih berharap gak akan pernah menjadi orang ketiga.
Nama: Shen Meileng
ReplyDeleteAlamat email: smeileng18@gmail.com
Twitter: @OhGirlDay
Link Tweet: https://twitter.com/OhGirlDay/status/650177502715863040
Menjadi orang ketiga dalam suatu hubungan itu tentu saja tidak menyenangkan. Tidak ada satupun orang di dunia ini mau menjadi perusak hubungan orang lain, termasuk menjadi orang ketiga dalam suatu hubungan. Namun menurutku, orang ketiga itu sendiri tidak mungkin ada jika tidak ada pihak kedua yang mengundang pihak ketiga itu sendiri.
Jadi menurutku, orang ketiga itu tidak sepenuhnya salah karena dia juga hanya ingin mencari cinta bagi dirinya, namun ditempat dan waktu yang salah saja. Dan menurutku jangan pernah menyalahkan orang ketiga saja dalam suatu hubungan, tapi salahkan juga pasangan kita yang mengundang orang ketiga itu. Karena jika dia benar-benar mencintai pasangannya, dia tidak mungkin mengundang orang ketiga dalam kehidupannya.
Cella / cellaroberta@yahoo.com / @cellaroberta
ReplyDeleteLink Tweet: https://twitter.com/cellaroberta/status/650209516164915200
Orang ketiga? Pernah denger cerita soal Daun, Pohon, dan Angin? Daun jatuh karena pohon yang tidak kuat menahannya atau angin yang terlalu kuat meniupnya? Aku selalu percaya, akhirnya daun menyerah karena si pohon tidak kuat menahannya. Bukan salah si angin yang meniup dengan kuat atau salah daun yang pecicilan minta ditiup-tiuo. (Eh?)
Menurutku, orang ketiga itu adalah si korban sebenarnya. Korban perasaan sendiri, korban makan hati, korban jadi omongan negatif, korban jadi pelarian. Seandainya hubungan orang pertama dan kedua berjalan dengan baik, apakah orang ketiga akan muncul? Aku rasa engga. There's must be something wrong with them. Seandanya orang pertama atau kedua tidak menoleh ke orang ketiga, dia akan tetapi menjadi "nobody". Entah orang asing, entah teman, entah orang yang hanya bertepuk sebelah tangan.
Aku sangat ga setuju kalo si orang ketiga ini dibilang sebagai pihak yang kegatelan karena ganggu hubungan orang. Ah, itu mah bukan orang ketiga. Itu namanya hama. Atau mungkin "snack"? Atau mungkin "jajanan"? :p
Nama: Eni Lestari
ReplyDeleteEmail: shinra2588@yahoo.com
Twitter: @dust_pain
Link tweet: https://twitter.com/dust_pain/status/650224187194249217
"Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
well, aku jadi inget pengalaman temenku di mana dia jadi orang ketiga. yang aku liat dia sama sekali gak enjoy dengan 'perannya' itu. masalahnya, dia gak bisa menampik cinta dan memutus hubungan begitu aja. dia juga merasa berhak bahagia, walau itu berarti dia menyakiti hati orang lain. meski merasa jahat, tapi dia selalu berharap kelak dia lah yang menang dan keluar dari zona orang ketiga.
dari situ aku menarik kesimpulan menjadi orang ketiga itu serba salah. di satu sisi kita menjadi perusak kebahagiaan orang lain. ibaratnya kita jadi ilalang pengganggu di sebuah hubungan. namun di sisi lain, kita gak bisa menampik cinta dan perhatian yang datang dari seseorang yang kita impikan selama ini. apalagi kalau sejak awal dia memang memberi kita 'tempat' di hatinya. dia yang kasih peluang dan harapan buat kita bertengger di hatinya. cewek itu lemah sama perhatian dan harapan sih. kalo sejak awal harapan itu gak dikasih, mungkin gak akan ada tempat orang ketiga di sebuah hubungan. jadi, jangan sepenuhnya nyalahin orang ketiga. siapa tahu dia cuma korban dari orang yang doyan tebar rasa di sana-sini :p
Nama : pramestya,
ReplyDeleteE-mail : pramestya23@gmail.Com
akun Twitter: @p_ambangsari
link tweet kalian : twitter.com/p_ambangsari/status/650148013856288768
jawaban untuk pertanyaan:
"Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
Pendapatku, kurang ajar dan nyebelin banget orang itu. Terus kalau orang ketiga kan kesannya negatif, maka kalau aku orang itu, aku nggak mau jadi PHO. Karena aku bisa ngebayangin gimana perasaan sepasang kekasih itu, dan aku nggak mau suatu saat dibalas hal sama oleh Tuhan lewat orang lain.
Tapi jika orang ketiga itu nggak sadar kalau udah jadi pihak negatif, aku merasa dia nggak salah. Dia nggak tahu, nggak ada niat, dan pasti nggak mau. Jadi khusus untuk "jadi orang ketiga tanpa sadar" aku bisa memaafkannya, dia punya hak yang sama dg orang lain.
Terus orang ketiga ga selamanya negatif (konteks lain), bisa saja malah mempererat hubungan sepasang kekasih itu.
Arfina Tiara Dewi
ReplyDeleteArfina.tiara123@gmail.com
https://twitter.com/esbrokoli/status/650437792950972416
Menurutku itu nggak keren banget. Tapi kalau dilihat dari sisi lain, biasanya si cowok yang mulai duluan (misal dalam suatu hubungan) karena banyak faktor yang mungkin saja sedang bosan dengan ceweknya. Aku sih berusaha untuk positif thingking tapi dipikir-pikir lagi, walau si cowok yang mulai duluan, harusnya si cewe ke 3 ini tau diri posisinya, walaupun semua yang menyangkut isi hati bakal jadi ribet.
Menurutku juga orang ke tiga ngga pandai cari waktu, dia juga bisa dibilang egois,karena dia suka sama cowok yang punya cewek dan maksain untuk deket demi keinginannya sendiri.
Nama : Renzy Ardyanti
ReplyDeleteE-mail : renzyardyanti03@gmail.com
Twitter : @ardyantiR
Link : https://twitter.com/ardyantiR/status/650488245780746240
Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
Kalau menurut pendapat awam orang ketiga adalah si perusak hubungan orang lain,sumber dari retaknya suatu hubungan.dan juga tersangka utamanya.tapi kita juga tidak pernah tahu kebenaran ceritanya mungkin saja orang ketiga itu adalah korban yang sebenarnya.korban dari perasaannya sendiri,korban dari tingginya harapan,korban ketidaktahuan.dan malah sebenarnya tersangka utamanya adalah si pemilik 2 perasaan yang mana dia tidak bisa menjaga perasaannya hanya untuk 1 orang,dia tidak mahir menunjukan batas jelas suatu hubungan kepada orang lain.Memang pasti adakalanya perasaan jenuh selalu hadir dalam suatu hubungan tapi tak semudah itu untuknya berpaling, pasti butuh waktu. dan disaat pertama dia tahu akan datangnya perasaan itu kenapa dia tidak membentengi perasaannya dengan komitmen.kesalahannya terletak pada lemahnya komitmen dan ketidakjujurannya.
nice review pokonya...
ReplyDeleteNama :Erta
ReplyDeleteE-mail : ertalin@windowslive.com
Akun Twitter : ertalin
Link tweet : https://twitter.com/ertalin/status/650527454629462016
"Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
Menjadi orang ketiga baik sengaja ataupun tidak bukanlah merupakan kondisi yang menyenangkan bagi saya. Cinta hadir di waktu yang salah. Padahal cinta adalah perasaan yang tidak dapat kita bunuh begitu saja. Meski demikian, label 'orang ketiga' sudah pasti melekat pada diri kita dan memiliki arti negatif. Jadi kita dituntut untuk mengerti, mengiklaskan, dan mencoba untuk bertahan dengan prinsip : "cinta tidak harus memiliki". Atau, akan banyak pihak yang menjadi korban :(
Nama : Dian S
ReplyDeleteEmail : dian_putu26@yahoo.com
Akun Twitter : @DeeLaluna
link tweet : https://twitter.com/DeeLaluna/status/650644767307530240
Menjadi orang ketiga adalah sebuah pilihan. Jadi, buat mereka yang mau aja dijadikan orang ketiga secara terang-terangan - catet : terang-terangan" - aku cuma bisa bilang "GOBLOK".
Memang kasar, sih. Tapi, orang yang mau aja diperlakukan seperti itu adalah orang yang terlalu mementingkan perasaan dari pada akal.
Hubungan seperti itu banyak nggak punya masa depan. Dan, kalau aku sih takut karma, ya. Aku pilih patah hati deh dari pada jadi orang ketiga.
Masih banyak cinta yang halal untuk diperjuangkan, kok. Kenapa harus memperjuangkan yang sudah jelas-jelas terlarang.
Ya, nggak?
Nama : Evi Dwi Puspitasari
ReplyDeleteEmail : evi_asl@yahoo.com
Twitter : @littleephie
Link tweet : https://twitter.com/littleephie/status/650819694081904640
"Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
Menurutku ada 2 jenis orang ketiga.
Pertama, orang ketiga pasif. Dimana orang ketiga tersebut memilih diam. Memendam rapat perasaan cintanya yang terlarang. Memilih untuk mundur, membiarkan, mendoakan, dan ikut bahagia dengan pasangan tersebut. Karena perasaan cinta yang dimiliki sama sekali tidak salah. Kondisilah yang membuat perasaan itu salah. Dan bersedia menerapkan istilah "cinta tak harus memiliki" ke dirinya sendiri.
Kedua, orang ketiga aktif. Saking dibutakan oleh cinta. Sampai-sampai harus merusak suatu hubungan pasangan. Bertindak terlalu jauh. Yang akan menimbulkan fitnah, kebohongan, dan berujung dengan adu domba. Tidak tahu posisinya. Gigih memperjuangkan cinta di waktu yang salah. Kalau pasangan tersebut sudah bahagia, sama sama merasa klop sudahlah biarkan saja. Relakan lah. Memang tak mudah, tapi tak ada yang tak mungkin. Jangan sampai membuat kita jadi bertindak berlebihan. Kalau sampai merusak suatu hubungan, suatu saat kita sendiri akan meraskannya. Karma? Ya. Dan nanti kita hanya bisa menyesal.
Nama : Ardita Ardyanti
ReplyDeleteE-mail : ardyantiardita@gmail.com
Twitter : @ardyanti18
Linktweet :https://twitter.com/ardyanti18/status/650914896842887168
Menurutku menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain, sangat tidak enak dan serba salah, kita terjebak dalam cinta rumit, di satu sisi kita mencintainya tapi di sisi lain kita menikam orang lain dari belakang. Kita sebagai wanita lebih baik menghindari cinta 'model begini' karena dapat melukai hati perempuan lain.Mungkin tidak hanya wanita, tapi laki-laki juga menghindari cinta 'model begini', karena dapat melukai hati pasangan.Komitmen kita terhadap pasangan harus kita junjung tinggi. Demikian pendapatku tentang bagaimana menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain.
Nama: Frida Kurniawati
ReplyDeleteE-mail: kimririn93@ymail.com
Twitter: @kimfricung
Link tweet: https://twitter.com/kimfricung/status/650944270556237824
"Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
Sebelumnya, saya akan membatasi topik ini dengan:
1. Si orang ketiga adalah seorang perempuan.
2. Orang ketiga ini benar2 mencintai si lelaki yang sudah punya pasangan.
Menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain tak ubahnya menjadi korban slut shaming. Orang-orang yang hanya melihat dari luar pasti langsung menghakimi bahwa ia adalah si kambing hitam dalam hubungan itu. Misalnya saya yang menjadi orang ketiga. Well, saya memang tidak bisa dibenarkan, tapi hubungan itu pasti terjadi akibat ada koneksi antara dua orang. Pihak si lelaki yang berselingkuh juga salah, karena ia mau menjalin hubungan dengan saya. Jadi, bukan hanya si orang ketiga yang salah.
Orang ketiga punya dua mata pedang yang saling menusuk dalam dirinya. Sisi A: keberanian mengambil risiko dan mengorbankan perasaan. Saya melihatnya sebagai sosok yang tahu siapa orang yang dicintainya, dan berani berjuang. Bukan hanya yang dirusak hubungannya yang sakit, tapi si orang ketiga juga lebih sakit. Sisi B: logika yang telah terkubur oleh perasaan. Ketika jatuh cinta, kadang logika dinomor-duakan, sehingga si orang ketiga tidak memikirkan perasaan si perempuan yang hubungannya telah dirusak. Jika ingin menjadi such a noble man, maka si orang ketiga seharusnya menerapkan jargon "cinta tak harus memiliki".
Orang ketiga dalam hubungan orang lain itu...
ReplyDeleteDi satu sisi menyebalkan.
Di sisi lain kasihan.
Kalo kita di pihak yang diselingkuhi, pasti deh sakitnya bukan main. Nangis sesunggukan. Tapi coba bayangkan kalo kita di posisi orang ketiga, rasanya pasti serba salah. Mau bertahan, jelas salah. Mau ninggalin, terlanjur cinta.
Jadi ya, menjadi orang ketiga itu dalam hubungan orang lain itu NAUDZUBILLAH pokoknya.
Padahal kalo boleh meminta sama Tuhan, tidak ada manusia (perempuan/laki-kai) di muka bumi ini yang mau jadi orang ketiga. Tapi ya itu, kadang cinta menutup mata kita.
Nama: Dian Maya
Email: dianmayasariazis@gmail.com
Twitter: @dianbookshelf
Link share: https://twitter.com/dianbookshelf/status/650953853018312704
First time follow GA from this blog 😁 Wish me luck^^
ReplyDeleteNama: Ardelia Phandy
Email: d_phan_92@yahoo.com
Twitter: @pinksmile77
Link: https://twitter.com/pinksmile77/status/650951929170804736
"Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
Ini pendapat pribadi saya:
Saya tidak suka menjadi orang ketiga, dan saya pun tidak suka dengan kata orang ketiga itu sendiri. Itu kan sebenarnya hanya pembelokan dari julukan untuk seseorang yang tidak menghargai suatu hubungan. Atau singkatnya sebut saja selingkuh.
Setiap orang ditakdirkan berpasang-pasangan. Lalu kenapa harus ada orang ketiga? Sebaiknya kita sebagai makhluk sosial harus bisa saling menghargai hubungan seseorang. Jangan "mengganggu", dan niscaya kita tidak akan "terganggu" juga.
Mungkin bahasan saya sedikit berat. Walaupun sebenarnya ini hanya masalah sepele^^ Jika dalam suatu hubungan sudah tidak ada kecocokan, jangan mencari kambing hitam dengan mengatas namakan "orang ketiga" atau sebut saja "pria/wanita idaman lain". Orang ketiga itu tidak hanya identik dengan kata "perusak" saja, namun mungkin orang ketiga itu bisa saja takdir sesungguhnya yang tertunda.
Sedikit absurd, tapi itulah pemikiran saya^^
Nama: Thia Amelia
ReplyDeleteAkun twitter: @Thia1498
e-mail: thiameliasn@gmail.com
link: https://twitter.com/Thia1498/status/650960520711770113
Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?
Apa lagi pendapat selain kata ‘buruk’ bagi orang ketiga. Mau bagaimana keadaan nya pun, apakah itu tertekan atau bahagia orang ketiga pasti dipandang jelek karena merusak hubungan orang lain. Saya juga sangat tidak suka dengan orang ketiga, meskipun mereka membela diri dengan kata-kata apapun orang ketiga tetaplah orang ketiga, orang yang merusak. Memangnya, mereka mau hubungan yang mereka bangun dengan orang lain dimasuki oleh orang ketiga? Semua orang di dunia ini pun pasti akan menjawab tidak. Saya percaya karma itu ada, apa yang dilakukan oleh kita, pasti akan berimbas pada diri kita juga suatu saat nanti.
Nama: Nurina Widiani
ReplyDeleteEmail: nurinawidiani84@gmail.com
Twitter: @KendengPanali
Link share: https://twitter.com/KendengPanali/status/651016380255502336
Silakan gempur orang ketiga dengan cacian tapi saya bilang sih, orang ketiga nggak akan hadir tanpa undangan pihak pertama dan kedua. Jika hubungan dua orang kuat, nggak akan ada celah untuk dimasuki pihak ketiga.
Menjadi orang ketiga itu penuh dilema. Berat lho, menyimpan rasa cinta yang kita tahu sebenarnya gayung bersambut, tapi hanya karena dia sudah ada yg punya atau karena kita datang belakangan, kita jadi pihak yang dipersalahkan. Dan seandainya ingin mengakhiri, sang pihak kedua beralasan masih membutuhkan. #pret
Setiap orang memaknai cinta dengan cara berbeda, ada yg dengan mudah terbuka matanya ada yg tetap terbelenggu cinta buta. Tapi karena saya percaya setiap orang memiliki jodoh masing-masing, pastilah akan ada waktunya bagi sang pihak ketiga untuk lepas terurai dari ikatan benang kusut itu.
Nama : Veny
ReplyDeleteTwitter : @yutakaNoYuki
Link : https://twitter.com/yutakaNoYuki/status/651031835959422976
Orang ketiga itu sama seperti orang pertama dan kedua, sama-sama punya cinta dan ingin cintanya berbalas, kalau cuma memendam didalam hati bukan orang ketiga namanya. Orang ketiga itu salah ? Nggak. Mereka cuma menyampaikan perasaannya aja, yang salah kalau sampai ada kesempatan yang terbuka buat mereka untuk masuk dan merusak sebuah hubungan. Jadi kalau sudah ada tanda2 adanya orang ketiga, lebih baik segera diperjelas dan diselesaikan, Jangan hanya memikirkan perasaan diri sendiri atau pasangan, karena orang ketiga juga punya perasaan, yang dia perlukan adalah ketegasan untuk menghentikan rasa cintanya sendiri.
Nama : Ridzki Putri
ReplyDeleteTwitter : kikikiki_R
Link : https://twitter.com/kikikiki_R/status/651067621127786496
Pendapat saya tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain itu adalah jika dilihat dari sisi status maka orang ketiga merupakan pihak yang salah walaupun mereka tak sepenuhnya salah karena bagaimanapun menjadi orang ketiga terjadi karena adanya suatu timbal balik dari pihak penerima perasaan orang ketiga itu walaupun di mata masyarakat orang ketiga diartikan sebagai perusak hubungan orang lain tanpa masyarakat tahu tentang kejadian sebenarnya. Menjadi orang ketiga ibarat hama yang perlu dibasmi dari tanaman biar gak merusak tanamannya tapi orang ketiga itu gak bisa juga dilihat dari satu sisi aja (sisi buruknya) karena di sisi lain, orang ketiga gak bisa disalahkan juga. Karena kita tidak berada dalam situasi yang dihadapi orang ketiga ini. Suatu situasi yang membingungkan bagi perasaannya sendiri.
Pemicu orang ketiga dalam hubungan orang lain itu juga terjadi karena ada sesuatu dari pasangan itu. Ada sesuatu yang salah dari kehidupan mereka yang membuat orang ketiga bisa masuk. Dan banyak sekali pemicu untuk menjadikan orang lain menjadi orang ketiga dalam hubungan sepasang kekasih.
Orang lain takkan hadir jika pintu tertutup rapat tapi bagaimana dengan pintu yang terbuka lebar? Bukankah orang lain bisa masuk ke dalam dengan mudah?
Cinta datang tanpa bisa dicegah. Kadang cinta itu hadir di saat yang tepat pada orang yang salah. Nah ini yang biasanya diartikan orang ketiga. Serba salah sebenarnya menjadi orang ketiga orang lain dalam hubungan orang lain. Misalnya saya menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain maka saya akan bingung karena berada dalam ketidakpastian. Dalam satu hal, saya ingin selalu bersama pria idaman saya tapi di sisi lain saya terlihat jahat karena sudah masuk dalam hubungan orang lain. Pada akhirnya saya akan memilih mundur karena sya merasa salah dan batin saya pasti akan tersiksa belum lagi kalau saya melihat pria saya jalan dengan pasangan sesungguhnya. Itu pasti menyakitkan. Saya lebih baik mundur walaupun nantinya bakal susah untuk menghapus semua kenangan itu. Menyedihkan memang tapi itu yang terjadi. siapapun pasti tidak ingin menjadi orang ketiga karena kita ingin menjadi orang pertama bagi dirinya. Kita juga ingat dengan pertanggungjawaban dari semua tindakan kita ketika menjadi orang ketiga dalam suatu hubungan orang lain.
Cinta bisa datang kapan saja, di mana saja, dan siapapun bisa merasakan cinta tapi apakah cinta yang kita rasakan ini benar-benar pada orang yang tepat?
Nama : Velika Natalia
ReplyDeleteTwitter : @VelikaNatalia
Email : fransis93.sis.lia@gmail.com
Link :
https://twitter.com/VelikaNatalia/status/651093459164524544?s=09
YAAKKK AMBRUKKK !! #SambilNganga
Orang ketiga , kaya ga ada jodoh lain ajaaah... Dari Ujung Sabang ke pucuk Merouke bertebar kaya paku ranjau dijalan orang orang yang bakal jadi jodoh semati kalau sudah kodrat sama yang ngatur diatas.
Jadi orang Ketiga engga enak banget, dia sama aja mainin perasaannya sendiri untuk orang lain! Smua serba abu-abu kecuali itu orang ketiga liciknya ngalahin #kancil. Dan ga punya urat malu...
Point Utamanya adalah pihak yang berpaling pada yang ketiga, bukan menghakimi!! Tapi tebar pesona sekali aja harusnya udah dapet ya iklasin yang lainnya. Jangan jadikan wahana permainan hati manusia itu Maaa...
Yang pihak ketiga kenapa ga nyari jodoh yg fresh? maunya ama yg bekas bekas. Belum resmi jadi bekasan lagi, Hari gini perasaan dikasih ke hati bekasan orang lain. MARAKKK...!! BINGITS!! Say no for you!!
Orang ketiga :
1. Ga semuanya buruk "emang"
2. (Maunya bekasan orang) Ga bener jadi perusak mau bekasan juga harus nunggu afdol dulutu orang jadi bekasan
3. Ga modal alias pasti temennya dikit!! Jodoh aja harus ngrebut milik orang lain!
4. Ga punya malu
5. Lupa tu kayanya di isi hati murni di tu badan!! Cinta ga ada yang berebut ngerebut!! Jatuhnya ga bonafit.
6. Ga punya logika tu pasti org ketiga!! (Bisa aja ntar ada orang ke 4)
TerimaKasih sudah membaca
#GASincerelyYours
Nama : Nova Indah Putri Lubis
ReplyDeleteEmail : n0v4ip@gmail.com
Twitter : @n0v4ip
Link Share : https://twitter.com/n0v4ip/status/651240113838526466
Menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain itu serba salah. Disatu sisi kita memiliki perasaan dengan dia dan ingin bersamanya namun disisi lain kita tidak ingin dicap “perusak hubungan orang”. Paradigma orang2 mengenai org ketiga ini selalu berkonotasi negative padahal pernahkah mereka berpikir hadirnya pihak ketiga krn dipicu oleh pihak pertama dan kedua?! Ingat, tdk ada asap tanpa adanya api. Tidak akan ada orang ketiga jika pihak pertama maupun pihak kedua tidak mau menerima dan tidak membiarkan si pihak ketiga hadir ditengah mereka. Jadi jangan hanya sekedar menyalahkan pihak ketiga atas rusaknya hubungan kita namun cobalah untuk saling intropeksi diri satu sama lain. Mungkin dgn hadirnya org ketiga kita bisa lebih jelas melihat mau dibawa kemana hubungan kita *sambil nyanyiin lagu armada* :D
Terima Kasih kak ^^
Nama: Anggita Dewi
ReplyDeleteTwitter: @anggitarav
Link Share: https://mobile.twitter.com/Anggitarav/status/651172587242782720
"Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
Orang ketiga itu ngga jauh-jauh dari kata "karma" dan entah sudah berapa banyak orang yang menyumpahinya. Disini ngga mau bela orang ketiga sebenarnya. Tapi ada beberapa hal yang dilakuin orang ketiga itu benar.
Waktu itu pernah baca cerpen tentang "kekasih orang lain" dan disitu ngerasa kalo orang ketiga itu ngga selamanya salah. karena dicerpen itu nyeritain cewek yang sayang banget sama si cowok, tapi dia sudah punya orang lain. Dan si cewek ini ngga tega, orang yang disayang tapi malah dijadikan supir atau atm berjalan sama pacarnya sendiri, dan ia pun menjadi orang ketiga.
menurutku itu ngga salah. malah biar nyadarin si perempuan yang hanya tau uang. bukan merhatiin pacarnya tapi malah nyariin duitnya. Orang ketiga ngga bakal muncul ke suatu hubungan kalau bukan salah satu dari pasangan itu yang beri jalan. dan hadirnya orang ketiga itu untuk menyadarkan mereka. kalo salah satu dari mereka sudah beda, sudah ngga satu tujuan, sehingga orang ketiga memberikan motivasi sedangkan kekasihnya tidak peduli. jangan salahkan jika ia memilih untuk bersama orang ketiga, kalau orang ke3 lebih peduli sama pacar kamu. kamu bisa apa? kalau dia selalu ada waktu buat pacar kamu, kamu bisa apa yang cuman ada waktu kalau ingat?
Ada beberapa orang juga yang memilih menjadi orang ke3 karena merasa tertantang. itu beberapa yang ku baca diartikel. entah tertantang untuk apa. Jadi orang ke3 ngga ada yang patut dibanggakan, jadi bagi kamu yang menjadi orang ketiga. sosokmu itu lebih banyak ditindas, karena banyak orang yang memandangmu dari satu sisi. yang mereka tau kamu menjadi orang ketiga karena ingin "merusak hubungan"
dan mungkin ngga ada satu orang pun yang mau untuk jadi orang ke3, tapi satu hal yang penting "Andai cinta bisa memilih dengan siapa kita akan jatuh" mungkin ngga akan ada yang namanya orang ketiga. so, selama kamu berhubungan, "orang ke3" akan selalu ada. yang jelas kamu hanya bisa memberi pengertian untuk kekasih kamu. kalo bukan kamu dan pacarmu yang memberi jalan untuk orang ketiga, siapa lagi? :)
Nama: Aya Murning
ReplyDeleteEmail: ayamurning@gmail.com
Twitter: @murniaya
Link share: https://twitter.com/murniaya/status/651585264024850432
Menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain itu semacam antara patut dikasihani karena posisinya yang salah sebagai korban, dan menyebalkan karena kelakuan kurang ajarnya. Kasihannya itu kenapa sih dia harus memilih bersama dengan orang yang sudah nggak sendiri lagi? Dari 33 provinsi, 17.508 pulau, dan 238 juta penduduk, lah kok maunya sama dia dan masih ngarepin dia yang sudah berdua atau bahkan sudah berbuntut (anak)?! Saat dia sendiri tidak tahu bahwa dia adalah si orang ketiga saja sudah salah, apalagi jika dia tahu dan bersedia untuk menjalani peran itu. Seperti menyerobot di antara 2 kursi yang sudah ditempati oleh 2 orang. Kurang ajar kan namanya? Tapi, ini posisinya saja yang salah. Cintanya nggak salah. Kata orang, cinta itu tidak pernah salah karena cinta tidak pernah memandang kepada siapa ia akan menjatuhkan diri. Sayang sekali, orang ini jadi korban dari cintanya itu, juga korban dari pasangannya yang hanya ingin mencari untung dari dirinya (memuaskan apa yang nggak bisa dia dapatkan dari pasangan aslinya).
“Orang-orang yang memutuskan menjadi orang ketiga nggak melulu adalah korban. Bisa jadi dia melakukan itu justru karena mau enaknya aja, nggak pengin merasakan susahnya menjalin komitmen. Dengan menjadi orang ketiga, orang itu otomatis seperti punya kartu as: kapan pun dia mau, dia bisa keluar dari hubungan itu.” — Sesa (hlm. 379 di novel Good Fight karya Christian Simamora)
Ya, itu bener juga sih. Sudah seharusnya para pelaku orang ketiga itu punya kesadaran yang tinggi untuk bisa tahu diri, karena kemungkinan untuk ditinggalkan oleh si pasangan jauh lebih besar daripada kemungkinan untuk dipilih. Sudah dijadikan nomor dua, serba diduakan, bakal kena tinggal pula. Kurang sakit apalagi? Belum lagi harus menanggung malu ketika akan ada banyak suara yang men-judge dirinya jika tahu bahwa dia menjadi si orang ketiga.
Masih banyak ikan di lautan. Bahkan bisa saja dia mendapatkan sebuah mutiara yang jauh lebih berharga jika dia menyelam lebih dalam. Dibanding bertahan sama ikan lele yang nemu di empang dan hampir/sudah digoreng oleh mamang restoran di pinggir jalan. Yah, menurutku sebaiknya dia punya pemikiran seperti itu daripada ngambil resiko kena tinju sebagai pacar/istri baru. :p
Nama: Desi Darmayanti
ReplyDeleteE-mail: desi.darmayanti@yahoo.com
Twitter: @_ddarmayanti
link tweet: https://twitter.com/_ddarmayanti/status/651629208741937152
"Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?"
Menurutku, menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain itu posisi yang paling tidak menyenangkan :') barangkali kita kerap tidak menyukai keberadaan mereka yang seakan 'tidak tahu diri'. tapi mungkin kita sesekali perlu mencoba memposisikan diri dari sudut pandang orang ketiga itu. barangkali sama seperti kita, dia memang tidak memiliki pilihan lain selain jatuh cinta. tapi yang pasti, menurutku orang ketiga itu adalah orang yang berani, kuat dan lemah secara bersamaan--dia berani mengambil resiko, perasaannya kuat hingga dia rela melakukan apapun, tapi dia juga lemah atas perasaannya sendiri hingga membuat logikanya kalah. Karena logikanya kalah oleh perasaan, itulah membuat dia terjebak pada posisi yang tidak menyenangkan :"
Menjadi orang ketiga itu menyedihkan, menurutku. Dia hanya punya tiga pilihan: membiarkan perasaannya mati diam-diam dan mundur perlahan, atau tetap mencintai orang tersebut dan siap dicap sebagai seorang antagonis atau menunggu cintanya berbalas secara utuh... yang entah hingga sampai kapan :"
Nama : Shiela Hartiningtyas
ReplyDeleteEmail/twitter : yskasim@gmail.com/@ruth_shiela
Link tweet : https://twitter.com/ruth_shiela/status/651674399196647424
Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?
Jawabanku adalah jangan sampai. Yup, jangan sampai aku menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain.
Menjadi orang ketiga berarti aku masuk ke dalam sebuah hubungan yang telah terjalin, entah itu hubungan kekasih ataupun hubungan pernikahan.
Dan itu artinya aku merusak hubungan pasangan tersebut.
Aku membayangkan sakitnya wanita yang pasangannya aku rebut.
Di dunia ini aku yakin masih berlaku hukum karma. Dengan aku menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain, bisa saja sewaktu-waktu ada orang ketiga yang hadir
dalam hubunganku dan pasangan yg berhasil aku rebut itu. Tidak menutup kemungkinan bukan?
Lebih baik aku mencari pasangan yang masih single saja, toh pastinya masih banyak kan pria single yang ada di luar sana. Tanpa resiko merusak hubungan orang lain pula.
Tuhan telah menciptakan manusia itu berpasang-pasangan, sehingga aku yakin tanpa menjadi orang ketiga pun, suatu saat aku pasti bertemu dengan jodoh yang telah ditentukan Tuhan untukku.
Nama : Lestyo Haryanto
ReplyDeleteEmail : Lestyo.Haryanto@gmail.com
Twitter : @Lestyo_yupi
Link tweet : https://twitter.com/Lestyo_yupi/status/651679040084951040?lang=en
Apa pendapatmu tentang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain?
Mungkin sebelum menjawab pertanyaan diatas, ada semacam quote yang bisa dijadikan perenungan yaitu "Kalau tidak mau dicubit, janganlah mencubit."
Jadi kalau ada orang yang mau disakiti karena ada orang ketiga di dalam hubungan dengan pasangannya ya silahkan saja menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain, tapi kalau tidak mau ya janganlah menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain.
Sesederhana itulah kalau menurut saya. Dan quote tersebut bisa juga dijadikan perenungan diluar masalah percintaan.
Nama : Hary Gimulya
ReplyDeleteEmail/twitter : harygimulya@gmail.com/@angels_rutherfo
Link tweet : https://twitter.com/angels_rutherfo/status/651677043134828544
Rata-rata banyak orang yang menyalahkan seseorang yang menjadi orang ketiga di dalam hubungan orang lain.
Orang langsung menjudge bahwa dia telah merusak sebuah hubungan yang tadinya adem ayem saja.
Kalau menurutku sih, kita tidak bisa menjudge begitu saja seseorang yang dianggap menjadi orang ketiga ini.
Belum tentu itu murni kesalahan dia.
Iya kalau memang dia yang berniat menjadi orang ketiga, berarti memang dia patut disalahkan.
Nah masalahnya bagaimana kalau dia sebenarnya tidak ingin menjadi orang ketiga tersebut?
Bisa saja kan dalam sebuah hubungan, entah itu pria/wanitanya yang sengaja ingin mencari orang ketiga.
Kemudian dia mencari orang lain (yg dianggap sebagai orang ketiga ini), lalu mengaku-ngaku masih single.
Nah si orang ketiga ini kan bisa saja langsung percaya dengan perkataannya, terus menjalin hubungan dengannya.
Menurutku ini murni kesalahan si pria/wanita tersebut, bukan orang yang dianggap orang ketiga ini.
Tapi seringnya pasangan dari pria/wanita ini langsung menyalahkan orang ketiga ini.
Jadi menurutku sih memang menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain itu jelaslah salah.
Namun sebelum kita menjudge seseorang, ada baiknya telusuri dulu latar belakang serta hal yang sebenarnya.
Tidak mungkin ada sebuah kejadian jika tidak ada sumbernya.
Dengan melihat berbagai aspek, kita akan bisa menilai sesuatu dengan lebih objektif.
nama: Rany Dwi Tanti
ReplyDeletetwitter: @Rany_Dwi004
link share: https://mobile.twitter.com/Rany_Dwi004/status/651741047257563136?p=v
Pastinya nggak bakal enak ya! Orang ketiga itu selalu di cap negative. Pastinya selalu disalahin. Brengseknya cinta tu gitu. Cinta itu bisa nemplok ke lo kapan aja. Dia nggak butuh izin buat masuk ke hati lo. Nyelonong gitu aja, tanpa permisi ato ketok pintu dulu. Tahu-tahu udah jatuh cinta gitu aja. Dan itu menyakitkan pastinya. Nggak bakal ada perempuan yang mau jadi orang ketiga dalam hubungan pasangan lain kan?
Jadi daripada menyalahkan retaknya hubungan karena orang ketiga, mending berkaca dulu pada diri sendiri.
Dan kalau orang ketiga tersebut akhirnya mampu merusak sebuah hubungan, don't judge him/her.
Karena orang ketiga nggak bakal muncul kalau hubungan keduanya bak-baik saja. orang ketiga muncul karena ada yang memberinya kesempatan, membukakan pintu yang seharusnya malah harus dijaga
Rini Cipta Rahayu
ReplyDeleterinspiration95@gmail.com / @rinicipta
Lihat Tweet @RiniCipta: https://twitter.com/RiniCipta/status/652133668392034306
Bagiku, menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain itu seperti menyeburkan diri dalam lingkaran setan. Awalnya emang manis, tapi lama kelamaan hidup kita nggak akan tenang karena merasa dihantui gitu deh. Entah dengan perasaan bersalah atau dengan perasaan sedih karena kita nggak bisa memiliki si dia seutuhnya. Kita yang menyakiti hati pacarnya dia, pasti di lain kesempatan kita juga akan disakiti oleh orang lain dan merasakan hal yang sama :')