Thursday, February 12, 2015

Book Review: Masterpiece of Love by Monica Petra

.
BOOK review
Started on: 31.January.2015
Finished on: 2.February.2015

Judul Buku : Masterpiece of Love
Penulis : Monica Petra
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 232 Halaman
Tahun Terbit: 2014
Harga: Rp 45,900 (http://www.pengenbuku.net)

Rating: 3/5
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 
"Kenapa Tuhan memilihku untuk mengalami semua ini?
Apakah Tuhan begitu mencintaiku sehingga memilihku untuk menanggungnya?
Ataukah ini hukuman Tuhan atasku?"
Masterpiece of Love merupakan autobiografi Monica Petra yang menceritakan kehidupannya sebagai salah satu penyandang microtia unilateral grade tiga sisi kanan. Telinga kanannya hanya tersusun dari kulit dan lobulus yang tidak sempurna pada bagian bawahnya, dan terdapat jaringan lunak yang tidak sempurna. Pada umumnya, kategori ini juga disertai dengan ketiadaan lubang telinga luar. Lewat kisah ini, pembaca dibawa mengikuti kehidupan Monica Petra sejak kecil dan apa saja yang dilaluinya. Dan dalam setiap perjalanan hidup yang dilalui oleh Monica Petra, ia tahu semuanya adalah rencana Tuhan yang indah.

"Harusnya pada saat itu aku tidak menangis, melainkan bersyukur karena mereka tidak melihat telinga kananku. Aku tak bisa membayangkan jika mereka sampai melihatnya. Mereka mungkin akan semakin membenci dan menganggapku aneh. Aku tidak ingin orang-orang mengasihani atau bersimpati padaku."
Lahir dengan ketidaksempurnaan bukanlah sesuatu yang menyenangkan dalam kehidupan Monica Petra. Ia selalu canggung dan adalah sosok yang pemalu. Tidak hanya sekali ia takut menghadapi respon orang lain saat mengetahui keadaannya. Namun dalam ketidaksempurnaannya, Monica Petra terus berjuang untuk menjalani hidup sebaik-baiknya—dan menjadi sosok yang ada hari ini.
"Aku tidak bisa mengatakan hal-hal seperti itu pada orang lain. Sejak kecil aku lambat dalam segala hal. Aku terlambat menyerap pelajaran sekolah. Aku terlambat mengerti perkataan orang lain. Aku kesulitan berkomunikasi. Bahkan aku susah bersosialisasi dengan teman-teman. Untuk segala proses yang kujalani sepanjang hidupku hingga hari ini, aku bertekad menjalaninya. Aku takkan menyerah!"

image source: here. edited by me.
"Pernahkan terpikir bagaimana seandainya setiap manusia hanya dinilai berdasarkan kesempurnaan fisik semata? Apakah selamanya aku tidak akan mendapatkan tempat di dunia?"
Awalnya aku tidak menyangka kalau ternyata buku ini adalah non-fiksi yang menceritakan tentang kisah hidup Monica Petra, penulisnya. Jujur saja, sebelum membaca buku ini aku tidak pernah tahu ada kelainan yang bernama microtia ini—sehingga aku pun jadi tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang orang yang mengalaminya. Akan tetapi separuh awal buku ini menceritakan masa kecil Monica Petra, yang entah apakah ada hubungannya dengan keadaan microtia yang ia miliki. Saat masih kecil, ia seringkali melakukan kesalahan dan bertingkah nakal layaknya anak-anak yang lain. Ketika mulai masuk sekolah, Monica Petra pun diganggu dan dijauhi oleh murid-murid yang lain karena  adanya daging kecil yang menonjol di pipi kanannya. Ia bersyukur karena mereka tidak melihat telinga kanannya, karena mungkin saja ia akan semakin dibenci. Dan selanjutnya, Monica Petra pun menceritakan banyak hal yang harus ia alami karena keadaannya yang berbeda.
"Yang terpenting adalah aku harus bisa menjadi diriku sendiri. Aku harus bisa menerima diriku sendiri. Karena aku tidak bisa memaksa orang lain menerima diriku apa adanya sementara aku sendiri tidak bisa menerima diriku."
Meskipun aku sebenarnya berharap Monica Petra akan lebih banyak membahas pengalamannya sebagai salah seorang penyandang microtia, aku merasa cukup terinspirasi oleh buku ini. Lewat kisah Monica Petra, aku menyadari bahwa ketidaksempurnaan tidak harus selalu membatasi kemampuan dan potensi yang kita miliki. Dan bahwa Tuhan pasti memiliki rencana atas hidup yang telah Ia berikan—di dalam ketidaksempurnaan hidup kita. Pada akhirnya, Monica Petra berhasil menerima keadaannya dan melihat segala sesuatunya lewat sudut pandang yang lebih positif. Sekali lagi aku ingin mengucapkan terima kasih untuk Monica Petra karena telah mengirimkan buku ini untukku :)) Semoga bisa terus berkarya dan menuliskan kisah yang dapat menginspirasi orang banyak :D
"Segala sesuatu yang kutulis dalam buku ini tidak pernah kubayangkan bisa kutulis. Tidak pernah terpikir bahwa ini merupakan salah satu tujuan Tuhan atas hidupku. Banyak hal Tuhan singkapkan melalui karya ini. Sebelumnya aku tidak pernah tertarik menuliskan kisah hidupku, masa laluku, segala hal yang membuatku malu. Namun Tuhan berkata lain."
by.stefaniesugia♥ .
 
 

2 comments:

  1. Betapa bersyukurnya kita yang sempurna. Cobaannya hanya menimpa mereka yang mampu melewatinya. Salam

    ReplyDelete
  2. bukunya menarik. :) setuju banget -> Karena aku tidak bisa memaksa orang lain menerima diriku apa adanya sementara aku sendiri tidak bisa menerima diriku."

    ReplyDelete