Saturday, January 18, 2014

Book Review: Koma by Rachmania Arunita

.
BOOK review
Started on: 9.January.2014
Finished on: 14.January.2014

Judul Buku : Koma
Penulis : Rachmania Arunita
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : 304 Halaman
Tahun Terbit: 2013
Harga: Rp 42,075 (http://www.pengenbuku.net/)

Rating: 3/5
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Aku seperti mengenal sosok orang yang terbaring itu. Ia menggunakan alat bantu pernapasan. Sebuah selang putih transparan terjulur ke dalam mulutnya dan wajahnya penuh dengan luka. Bahkan separuh wajahnya masih bengkak dan lebam. Saat aku berada dua meter dari tempat tidur itu, langkahku terhenti. Mataku membelalak. Aku mengenali orang itu!
Itu adalah aku."
Saat pertama kali membuka matanya, Jani mendapati seorang laki-laki bernama Leo duduk di sebelah tempat tidurnya. Laki-laki itu menjelaskan bahwa saat ini Jani sedang berada di rumah sakit. Ingatan Jani kemudian perlahan kembali; saat ia menabrakkan mobil ke sebuah tembok beton yang besar. Lewat Leo pula Jani tahu bahwa dirinya sudah berada di rumah sakit selama dua hari; dan orang perta yang ia cari adalah Ibu-nya. Akan tetapi saat Jani bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu kamar, ia mendapati dirinya melihat sesuatu yang hampir mustahil. Tangannya menembus gagang pintu tersebut.

Perlahan-lahan Jani menyadari keadaan jiwanya yang terlepas dari raganya yang sedang berada dalam kondisi koma. Leo, jiwa yang sudah koma selama dua tahun-lah yang menjelaskan segalanya kepada Jani. Lelaki itu juga bisa mendengar pikiran dan merasakan perasaan Jani, karena para jiwa saling terkait. Untuk beradaptasi dengan dunia yang baru, Leo membawa Jani mencoba banyak hal baru dan menemui para jiwa yang lain. Leo juga adalah lelaki yang berhasil membuat Jani memikirkan kembali hidupnya, dan betapa selama ini ia telah menyia-nyiakan banyak hal.
"Beberapa hari dalam koma di rumah sakit ini membuatku banyak berpikir. Sekarang, pada saat aku tidak bisa membuka mataku dan membangunkan ragaku, rasanya aku berani memberikan apa pun dalam hidupku untuk kembali merasakan hidup itu sendiri. Sungguh ironis, karena sebelum jatuh koma, aku tidak pernah menganggap hidupku berharga."
"Sungguh lucu bagaimana kita sulit untuk memercayai sesuatu yang belum kita ketahui. Sulit untuk meyakini bahwa ada hikmah di balik sebuah kejadian jika yang terpikir dan kita rasakan hanya pahitnya. Apakah hikmah selalu datang belakangan seperti penyesalan? Ataukah kita dapat menciptakan hikmah saat ini juga semudah kita menciptakan sebuah pikiran buruk?"
Selama berkeliling di sekitar rumah sakit, Jani menyaksikan begitu banyak hal yang terjadi pada orang-orang yang ada di sana. Sepasang kekasih yang sedang berduka pun dapat memberi pelajaran bagi Jani. Dan melihat hal itu, Jani pun teringat pada kekasihnya - Raka - yang berada di dalam mobil yang sama saat kecelakaan terjadi. Menurut Leo, pada hari kecelakaan tersebut terjadi, Raka tidak mengalami luka yang parah dan diperbolehkan pulang - namun ia sama sekali tidak pernah muncul untuk menjenguk Jani. Hal tersebut membuat Jani punya pikiran buruk; bahwa Raka telah pergi meninggalkannya.
"Bagaimana mungkin kamu bisa memberikan sesuatu kepada orang jika kamu tidak pernah memberikan apa pun kepada dirimu sendiri. Bagaimana mungkin kamu menerima sesuatu dari orang lain jika kamu tidak tahu caranya menerima dari dan untuk dirimu sendiri? Bagaimana mungkin kamu bisa menerima pengampunan dari orang lain jika kamu tidak tahu caranya mengampuni dirimu sendiri?"
Sebagai jiwa yang terpisah dari raganya, Jani bisa dengan bebas melihat hal-hal yang terjadi di sekelilingnya; salah satunya adalah konflik orangtuanya yang tidak pernah Jani ketahui. Ia pun juga mendapati bahwa keadaannya yang koma harus mempersulit kehidupan adiknya, Nina, yang bagi Jani adalah adik yang menyebalkan. Sebersit kebahagiaan pun sempat memenuhi hatinya saat sahabat-sahabat terbaik Jani datang untuk menjenguk. Akan tetapi lewat sahabatnya, Jani jadi tahu fakta tentang Raka yang tidak pernah datang untuknya.

Sejak awal jiwanya terpisah, Jani selalu bersama dengan Leo dan lelaki itulah yang menjelaskan segala sesuatu tentang dunia yang berbeda itu. Setiap perkataan Leo membuat Jani ingin membenahi diri dan hidup dengan lebih baik saat ia bangun nanti. Leo adalah sosok yang berhasil memberikannya harapan di dunia yang Jani rasa amat kelam, dan lelaki itu juga memberi Jani perasaannya yang teramat tulus. Namun Jani sama sekali tidak yakin dengan perasaannya; ia tidak yakin terhadap apa pun. Segala sesuatunya seperti mustahil untuk terjadi.
"Untuk kali pertama, aku merasa telah menemukan sebuah hikmah di balik koma yang menimpaku. Jika bukan karena terlelap dalam koma, aku tidak akan mengubah cara pandangku terhadap keluargaku seperti sekarang ini."
Baca kisah selengkapnya di Koma.
image source: here. edited by me.
Jujur saja, saat akan membaca buku ini, aku mempunyai harapan yang besar dan ekspektasi tinggi - tentu saja karena Rachmania Arunita adalah salah satu penulis yang aku favoritkan sewaktu masih SMP (saat Eiffel I'm in Love terbit pertama kali). Sayangnya, aku kurang begitu puas dengan karyanya yang satu ini karena rasanya kok gloomy dan romance-nya juga agak kurang greget. Sang penulis menuliskan di bagian pengantar bahwa buku ini adalah simbol dari fase kehidupannya yang stagnan dan penuh renungan - dan menurutku itu adalah kata-kata yang paling tepat untuk menjelaskan buku ini. Satu hal yang membuatku memberikan rating 3 untuk buku ini, aku juga dibuat merenungkan kehidupanku sendiri saat membacanya; sama seperti yang dilakukan oleh Jani, sang karakter utama. Jika dilihat dari sisi tersebut, aku rasa Rachmania Arunita telah berhasil menuliskan kisah sesuai dengan keinginannya :)
"Aku hanya yakin, setiap orang akan dipertemukan dengan orang-orang yang ia butuhkan dalam hidupnya. Baik itu orang yang akan menyayanginya, mengkhianatinya, menyakitinya, menyemangatinya, menghargainya, meninggalkannya, mengembangkannya, membencinya, atau mencintainya. Semua orang pasti mendapat seseorang dengan peran yang berbeda untuk mendapatkan semua pengalaman pahit dan manis dalam hidup supaya kamu benar-benar merasakan hidup."
Buku ini dituliskan dalam sudut pandang pertama Jani, sehingga pembaca dibawa untuk mengikuti setiap apa yang dirasa dan dilihat oleh karakter utamanya. Alur ceritanya cukup datar, dan perkembangannya cukup lambat. Kisahnya lebih banyak dipenuhi dengan percakapan antara Jani dan Leo yang membicarakan tentang sifat serta pemikiran Jani yang kurang bijaksana selama ini. Tanpa ada adegan tertentu dan dengan kalimat-kalimat yang panjang, terkadang bisa jadi membosankan. Ada beberapa bagian yang membuatku kembali bersemangat membaca; seperti saat Jani menemui adanya cara untuk berkomunikasi dengan manusia lewat orang yang pernah menjadi jiwa, adegan orangtua dan Nina, dan juga kemunculan sahabat-sahabat Jani. Sebenarnya aku berharap Jani akan bangun di pertengahan cerita, sehingga kisah cinta dengan Leo bisa dibahas bagaimana kelanjutannya. Akan tetapi hal itu tidak terjadi, dan ending-nya sangat mengecewakan :'(( Akhir ceritanya sangat tidak terduga, unexpected; tapi aku tidak menyangka penulisnya akan membiarkan pembaca mereka-reka sendiri bagaimana kelanjutannya (no spoiler). Saking bingungnya, aku tidak tahu harus menyebutnya sebagai happy ending atau sad ending.

Sebenarnya karakter Jani dan Leo di buku ini cukup menarik; Jani cukup meledak-ledak dan spontan sedangkan Leo sangat tenang dan bijak. Interaksi antara keduanya cukup banyak, tetapi sayang lebih banyak tentang nasehat-nasehat kehidupan untuk Jani dibanding mengembangkan chemistry antara keduanya (apalagi Jani juga merasa tidak enak, karena ia secara resmi masih berpacaran dengan Raka). Ada banyak karakter pendukung dalam cerita ini, tetapi aku rasa tidak ada yang terlalu signifikan. Bisa dikatakan fokus utama ada pada Jani dan Leo. Salah satu karakter pendukung yang menyokong perkembangan hubungan Jani-Leo adalah Toni, jiwa lain yang akrab dengan Leo. Karena para jiwa bisa saling merasakan perasaan satu sama lain, Toni juga jadi tahu perasaan Jani yang sebenarnya pada Leo. Dan selanjutnya, lebih baik dibaca sendiri :p Salah satu quote dari Toni berhasil menjadi favoritku dalam buku ini:
"Jika kamu ingin takut, takuti segala sesuatu yang nyata dalam hidup. Kamu bisa takut dengan laba-laba, takut dengan ketinggian, takut dengan gelap. Sesuatu yang amat sangat bodoh menurutku jika kamu takut akan sesuatu yang tidak nyata atau sesuatu yang kamu ciptakan sendiri, seperti rasa takut akan bayangan masa lalu, takut akan bayangan masa depan, takut akan kegagalan, takut akan kehilangan. Bila hal itu terjadi, yang perlu kamu takutkan adalah diri sendiri karena telah menjadi penghancur terbesar dalam hidup kamu sendiri."
Overall, buku ini cukup bermakna dan banyak pelajaran yang dapat dipetik dari kisah karakter utamanya; akan tetapi sebagai buku fiksi, Koma kurang memuaskan untukku. Meskipun demikian, jika Rachmania Arunita kembali menerbitkan novel yang baru, aku akan tetap membacanya - karena aku sangat menikmati gaya penulisannya. :) Bagi pecinta buku yang berbicara banyak tentang filosofi kehidupan, mungkin akan menyukai buku ini lebih daripada aku :))

by.stefaniesugia♥ .

3 comments:

  1. Saya juga udah beli bukunya dari kapan gitu, tapi pas baca awal-awal bab, cukup jenuh dan harus sabar..makanya novel ini belum saya lanjutkan dan mungkin nanti, kalau semangat untuk sabarnya udah poll...

    ReplyDelete