BOOK review
Started on: 30.May.2013
Finished on: 2.June.2013
Finished on: 2.June.2013
Judul Buku : Bangkok: The Journal
Penulis : Moemoe Rizal
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 436 Halaman
Tahun Terbit: 2013
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tahun Terbit: 2013
"Salah. Jawabannya sepuluh tahun.Edvan adalah seorang arsitek yang sukses dan sudah berhasil membangun gedung setinggi 88 lantai di Singapura. Selama 10 tahun ia telah pergi dari rumah, meninggalkan keluarganya, untuk meraih impian dan cita-citanya. Ia berhasil membuktikan bahwa ia sama sekali tidak membutuhkan keluarganya. Hingga saat Edvan sedang merayakan keberhasilannya, sebuah sms datang dari adiknya, Edvin, yang mengabarkan bahwa Ibunya meninggal hari itu.
Sepuluh tahun yang lalu aku meninggalkan ibu dan adikku untuk merantau menjadi orang sukses. See? Aku jadi orang sukses sekarang. Aku berhasil menjadi apa yang aku mau. Aku bisa buktikan aku sanggup mencari uang. Mendapatkan kekayaan melebihi harta warisan Ayah."
Sebenci-bencinya Edvan kepada keluarganya, berita tersebut akhirnya membuat Edvan kembali ke tanah kelahirannya. Edvin - satu-satunya keluarga Edvan yang tersisa - meminta mereka untuk bertemu dan membicarakan tentang warisan Ibu (yang sebenarnya tidak terlalu penting bagi Edvan). Pertemuan yang cukup membingungkan dan berakhir mengejutkan bagi Edvan, karena adik laki-lakinya kini telah menjelma menjadi seorang perempuan tulen - dengan tingkah laku yang persis dengan Ibunya. Kejutan bagi Edvan tidak berhenti sampai di sana. Edvin menyerahkan lembaran yang disebut warisan Ibu kepadanya, selembar kalender tua yang di belakangnya tertulis jurnal rahasia. Pada tahun 1980, Ibunya menuliskan tujuh lembar jurnal - enam darinya tersebar di Bangkok, Thailand. Tugas Edvan adalah menemukan enam lembar jurnal lain, dan setelah semuanya terkumpul, warisannya pun akan ditemukan.
"Wanita ini sebenarnya tampak baik. Dia tidak mengeluarkan aura virus berbahaya, seperti yang selalu kusugestikan setiap melihat waria. Dia hanya sekadar... wanita biasa. Yang sopan. Yang ramah. Yang ingin menyantap babi tumisnya dengan anggun, menggunakan sumpit. Ketika dia memberi recehan ke pengemis yang lewat barusan, dia tampak tulus dan bahagia.Meskipun dengan hati yang enggan, secuil hati Edvan masih merasa bersalah kepada Ibunya, dan keberangkatannya ke Bangkok untuk mencari jurnal-jurnal Ibunya adalah caranya untuk menebus dosa itu. Di Bangkok, Edvan berpisah dengan Edvin yang hendak mengikuti kontes Miss International Queen, dan kemudian berpetualan di Bangkok bersama seorang gadis bernama Chananporn Watcharatrakul - atau lebih sering dipanggil Charm. Gadis itu bersedia membantu Edvan berkeliling Bangkok mencari jurnal-jurnal itu dan dibayar 5.000 Baht setiap jurnal. Dan sejak pertemuan pertama mereka, Edvan perlahan-lahan sudah terjerat dengan pesona Charm yang baik hati dan menawan.
Mengapa aku tak bisa melihat kesalahan dalam dirinya?"
"Aku melakukan ini karena aku peduli kepada orang tua... Aku selalu heran dengan anak-anak yang tidak peduli lagi kepada orangtuanya setelah dewasa dan sukses. Aku saja waktu tinggal di Indonesia, sebisa mungkin mencari jadwal menginap di Bangkok supaya bisa bertemu orangtuaku. Tidak semua orang punya kesempatan untuk bertemu orangtua setiap hari. Tapi, ada saja orang yang dengan sengaja melepaskan kesempatan itu untuk ego pribadi."
Mencari jurnal-jurnal yang telah tersebar di Bangkok selama 30 tahun lamanya bukanlah hal yang mudah. Edvan harus menggunakan petunjuk yang ada untuk menemukan si pemegang jurnal tersebut. Dibantu oleh Max, adik Charm, Edvan perlahan-lahan mulai menemukan jurnal yang ditinggalkan oleh Ibunya. Lewat tulisan Ibunya yang ada di balik kalender, Edvan mengenal lebih baik sosok yang telah lama ia tinggalkan itu. Lewat orang-orang yang memegang jurnal peninggalan Ibunya pula, Edvan belajar tentang banyak hal - termasuk menerima keadaan seseorang.
"Di hadapanku, duduk seorang pria yang selama tiga puluh tahun terakhir mengumpulkan uang untuk bertemu Ibu. Sementara aku, sepuluh tahun terakhir mengumpulkan uang untuk menjauhi Ibu. Siapa pun sudah tahu mana manusia yang tidak berguna."Lewat perjalanan yang panjang dan lama di Bangkok, Edvan menemui takdir dan warisan dari kedua orangtuanya yang bahkan lebih berharga dari harta. Ia menyadari betapa berharganya keluarga, penerimaannya atas perubahan Edvin, dan merasakan perasaan cinta yang sejati - seperti yang dialami oleh kedua orangtuanya 30 tahun silam. Jurnal-jurnal yang ditinggalkan Ibunya merubah hidupnya.
"Jurnal-jurnal Ibu hal yang remeh. Nomor tujuh belas, urutannya di belakang. Kakak dapat pengalaman berharga, yang nggak bisa Kakak tukar dengan apa pun. Kakak dapet warisan Ibu. Jurnal-jurnal itu kuncinya."
Baca kisah selengkapnya di Bangkok: The Journal.
image source: here. edited by me. |
Cerita ini dituliskan dari sudut pandang Edvan, tepat seperti sebuah jurnal kehidupan. Ringkasan cerita yang aku buat di atas hanyalah garis besar buku ini - sedangkan yang aku dapatkan di dalamnya jauh lebih banyak daripada itu (yang aku rasa akan lebih baik jika dinikmati sendiri). Alur ceritanya dimulai dari perkenalan tentang karakter Edvan, kematian Ibunya yang membuatnya pulang, pertemuannya kembali dengan Edvin, hingga keberangkatannya ke Bangkok di mana semuanya baru saja mulai. Buku Bangkok: The Journal ini menyampaikan berbagai kejadian sehingga benar-benar terasa seperti sebuah jurnal yang nyata. Dalam ceritanya juga terdapat benang yang tetap memegang keutuhan ceritanya yaitu jurnal-jurnal peninggalan Ibu Edvan yang harus ditemukan (sehingga buku ini membuatku tetap membuatku penasaran dan ingin tahu kelanjutan ceritanya). Akan tetapi setelah aku selesai membaca buku ini, aku tahu bahwa yang terpenting bukanlah menemukan jurnal itu sendiri, tetapi apa yang didapatkan dalam masa pencariannya. Penulisan Moemoe Rizal dalam buku ini benar-benar mengalir dengan baik. Ending ceritanya pun sangat memuaskan, meskipun mungkin meninggalkan sedikit rasa penasaran :)
Seperti yang sudah kukatakan, buku ini telah berhasil mengubah sudut pandangku (sekaligus mengajarkan banyak hal baru), terutama tentang transgender. Aku sangat menyukai fakta bahwa karakter Edvan berubah secara perlahan-lahan seiring dengan berjalannya cerita. Saat menutup buku ini, aku mengingat kembali Edvan yang aku kenal di halaman-halaman pertama, dan membandingkannya dengan Edvan di akhir cerita. Terbersit rasa haru karena akhirnya Edvan menyadari masih ada banyak hal yang jauh lebih penting dan berharga dibanding dengan uang dan kesuksesannya. Dalam buku ini, diceritakan bahwa Ibu mereka tidak pernah keberatan dengan keinginan Edvin untuk menjadi perempuan - karena ia yakin Tuhan telah memberikan tujuan dalam hidup setiap orang. Edvan juga bertemu dengan salah seorang pemegang jurnal yang buruk rupa. Orang tersebut sangat menyayangi Ibu Edvan, karena perempuan itu tidak pernah melihat penampilan luarnya yang selalu dijelek-jelekkan orang, tetapi melihat jauh ke dalam hatinya. Hal-hal seperti ini membuatku berpikir bahwa aku masih seringkali menilai dan menghakimi seseorang dari luarnya. Dan tentu saja, aku juga sedikit tersindir dan berharap aku dapat mengubah pandanganku terhadap banyak hal :))
"Mendadak, aku tak bisa melanjutkan kata-kataku. Satu, aku tak sanggup menceritakan betapa jahatnya aku meninggalkan Ibu sepuluh tahun lalu gara-gara masalah warisan. Aku tak sanggup menceritakan betapa sempitnya pikiranku, men-judge opini Ibu sebagai nonsense. Memaki Ibu karena membiarkan Edvin bertingkah seperti perempuan.... Dan hari ini, ketika Edvin menjelma menjadi Ibu, berpenampilan sama seperti Ibu, mulai dari anggunnya, senyumnya... aku akhirnya tahu tujuan Tuhan menciptakan Edvin seperti itu."
"Kau tak perlu menerima kehadiran mereka... Tapi biarkan mereka hadir karena kita tak bisa menghakimi apa yang mereka lakukan. Buatku, waria seperti anakku yang sering menghormati aku, jauh lebih baik dibanding laki-laki jantan yang berdosa terhadap ibunya sendiri. Harusnya manusia dinilai dari apa yang dia lakukan pada orang lain, bukan pada dirinya sendiri semata."
Tanpa membuat review ini lebih panjang lagi, aku akan menyimpulkan bahwa buku ini sangat berkesan bagiku. Bangkok: The Journal telah membawaku pergi keliling Bangkok lewat ceritanya, memberikan pengalaman yang baru tentang kehidupan. Penulisan Moemoe Rizal dalam buku ini pun sama sekali tidak membosankan. Emosi setiap karakternya tersampaikan dengan sangat baik, dan masing-masing karakter mempunyai perannya tersendiri. Lewat buku ini aku juga belajar sedikit bahasa Thai yang rumit, dan buku ini juga membuatku memahami sudut pandang seorang transgender. Kisah ini telah meninggalkan kesan yang dalam bagiku, dan aku akan selalu menantikan karya Moemoe Rizal yang selanjutnya :)
Pengen baca iniii!!!!
ReplyDeleteUdah rencana beli sih karena aku suka cara bercerita Moemoe Rizal yang asyik dan blak-blakan(walau suka pake bahasa kasar, hopefully di buku ini nggak yaa). Aku kurang cocok dengan gaya bercerita yang kayak puisi soalnya, jadi jarang beli buku Gagas. Tapi untuk yang ini sih pengen. hihihi
Ide ceritanya seru.
yg ini engga kasar sih, cuman banyak bahasa Thai ny xD bagus kq ini, emg ide ceritanya unik :)))
ReplyDeleteIdenya unik ya, covernya juga bagus!! Kayaknya semua novel di seri Setiap Tempat Punya Cerita menggoda banget, hehe...
ReplyDeleteRefrain itu udh pernah di review belum ?
ReplyDeletebangkok ini ada postcard ?
ReplyDeleteiya bangkok ada postcard :) Refrain tdk d review, hanya d goodreads :)
Deletejadi mau baca, soal jarang-jarang ada buku yang angkat tema trans gender
ReplyDeleteMakasih ya review nyaa, jadi pas baca gak kaget lagi xixi. :)
ReplyDelete