BOOK review
Judul Buku : Semusim, dan Semusim Lagi
Penulis : Andina Dwifatma
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 232 Halaman
Tahun Terbit: 2013
Tahun Terbit: 2013
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Jika melihat anak seceria itu, aku merasa bersalah sudah membuatnya tumbuh menjadi gadis seperti aku. Rasanya seperti melihat iklan obat penumbuh rambut atau pemutih kulit, dengan versi SESUDAH ternyata lebih buruk dari SEBELUM.... Apakah gadis kecil ini pernah menduga ia akan tumbuh menjadi diriku? Kukira tidak. Sama seperti aku yang tidak pernah menduga waktu kecil bisa tertawa selebar ini."Seorang gadis berusia 17 tahun yang tidak disebutkan namanya menerima dua surat di rumahnya. Surat yang pertama adalah dari universitas swasta tempat ia mendaftar sebagai mahasiswa; dan yang satu lagi adalah sebuah surat tanpa nama pengirim pada amplopnya. Surat tak bernama itu ternyata datang dari Ayah yang tak pernah ia jumpai selama belasan tahun. Selama ini ia hanya tinggal bersama Ibunya yang tidak terasa seperti keluarga karena mereka hampir tidak pernah saling berucap kata. Surat tersebut mengatakan bahwa Ayahnya sedang sakit keras dan ingin berjumpa dengan anaknya kembali setelah sekian lama. Setelah melalui pemikiran yang panjang, ia memutuskan untuk berkelana ke kota S untuk menemui sang Ayah.
Setibanya di kota S, ia dijemput oleh seorang pria tua bernama J.J Henri - asisten sekaligus teman dekat Ayahnya yang baik dan menyenangkan. Ia sangat menyukai J.J Henri dan menghabiskan banyak waktu bersama pria tua itu. Gadis itu merasa memahami arti memiliki keluarga saat bersama dengan J.J Henri. Beberapa waktu kemudian, ia pun mengenal Muara - anak laki-laki J.J Henri yang tampan dan berusia 5 tahun lebih tua darinya. Gadis itu merasa sangat cocok dengan Muara yang mengerti segala hal yang ia cintai; dimulai dari selera musik, sejarah, dan buku-buku yang amat ia sukai. Dimulai dari hubungan yang sekadar teman akrab, ia mulai merasakan perasaan yang lebih terhadap Muara.
Kehidupan gadis itu menjadi semakin rumit saat Muara tidak lagi sekadar menjadi teman akrab baginya. Dan perasaannya untuk Muara membuat gadis itu rela melakukan apapun demi kebersamaan mereka. Ia tidak menyangka bahwa kedatangannya ke kota S tidak sekadar memberinya petualangan baru tetapi juga membawa kehancuran dalam hidupnya. Tidak akan pernah diduganya pula, pertemuan dengan seekor ikan mas koki membuatnya melakukan tindakan di luar pikirannya.
"Kurasa itulah yang membedakan senja dengan 'semua hal di dunia ini'. Amatlah mudah berpisah dengan sesuatu yang kautahu akan kembali lagi keesokan harinya. Tetapi di dunia nyata, setiap hal yang kaulepaskan akan pergi darimu tanpa pernah kembali lagi."
"Seorang manusia tidak boleh protes dalam keadaan paling menyedihkan sekali pun, jika setidaknya satu dari sekian banyak keinginannya masih bisa terwujud."Semenjak ia tinggal seorang diri di rumah Ayahnya, banyak tetangga yang merasa penasaran dengan keberadaannya. Salah satu tetangga yang dianggapnya menarik adalah Oma Jaya yang juga tinggal seorang diri. Dulu Oma Jaya tinggal dengan suaminya yang lebih muda hampir 28 tahun, akan tetapi kemudian suaminya meninggal terlebih dulu karena kanker. Kabarnya, sebelum suami Oma Jaya meninggal ia sempat membisikkan tentang reinkarnasi. Oleh karena itu saat Oma Jaya melihat adanya seekor ikan mas koki di bak mandinya, ia mengetahui bahwa itu adalah suaminya yang telah terlahir kembali; ikan mas koki yang dikenalkan kepada gadis itu dengan nama Sobron.
Kehidupan gadis itu menjadi semakin rumit saat Muara tidak lagi sekadar menjadi teman akrab baginya. Dan perasaannya untuk Muara membuat gadis itu rela melakukan apapun demi kebersamaan mereka. Ia tidak menyangka bahwa kedatangannya ke kota S tidak sekadar memberinya petualangan baru tetapi juga membawa kehancuran dalam hidupnya. Tidak akan pernah diduganya pula, pertemuan dengan seekor ikan mas koki membuatnya melakukan tindakan di luar pikirannya.
"Tak bisa kubayangkan harus berkumpul bersama sembilan belas pasien dalam satu ruangan, lalu tidur berjajar-jajar seperti ikan kalengan. Sebenarnya aku kasihan pada mereka. Aku yakin mereka tidak jahat. Mungkin mereka hanya orang-orang yang suka melakukan segala sesuatunya dengan cara berbeda. Pernah kudengar, kewarasan adalah fiksi yang sempurna."
Baca kisah selengkapnya di Semusim, dan Semusim Lagi.
image source: here. edited by me. |
Hingga saat aku menuliskan review ini, aku masih belum bisa benar-benar terlepas dari kisah ini dan juga ikan mas koki yang duduk dengan manis di sampul depannya. Sewaktu pertama kali membuka buku ini, aku tidak menyangka kisahnya akan sedemikian disturbing dan begitu membekas dalam benakku. Ceritanya yang tidak biasa benar-benar mengejutkanku di pertengahan buku. Meskipun ini baru pertama kali aku membaca tulisan Andina Dwifatma, aku dibuat terpesona dengan gaya penulisannya yang unik dan amat berkesan.
Buku ini dituliskan dari sudut pandang tokoh utama, yaitu gadis yang tidak pernah menyebutkan siapa namanya. Dan ringkasan cerita di atas tidak terlalu mewakili keseluruhan ceritanya; mungkin yang aku tuliskan hanyalah sebagai pembukaan ceritanya. Aku tidak ingin menceritakan terlalu banyak tentang kelanjutannya supaya tidak spoiler - dan juga supaya yang belum membaca dapat merasakan sensasi yang aku rasakan saat membacanya. Alur ceritanya dimulai dengan tenang; tidak banyak percakapan yang terjadi, tetapi narasi tokoh utama yang penuh dengan pemikirannya semakin memperdalam karakternya. Konflik mulai bermunculan ketika sampai di bagian tengah buku ini, kemudian semakin lama semakin rumit dan 'aneh' - terlebih lagi saat sang ikan mas koki muncul. Hal yang cukup aku sayangkan adalah ending dari buku ini tidak menyimpulkan ceritanya (yang mungkin terjadi karena bukunya ditulis dari sudut pandang pertama). Itulah yang membuatku penasaran dan masih bertanya-tanya tentang banyak hal. Meskipun demikian aku juga cukup puas dengan kalimat akhir sang tokoh utama yang menjadi judul dari buku ini. Penutup yang melegakan, tapi meninggalkan rasa penasaran.
Secara keseluruhan, aku menikmati buku ini dan sekaligus tegang saat membacanya. Penulisan Andina Dwifatma seperti membuatku melayang-layang dalam ilusi yang tidak nyata bersamaan dengan karakternya - sehingga aku begitu terhanyut dalam kisahnya. Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya bahwa aku dikejutkan oleh alur yang sama sekali tidak terduga ini. Thumbs up for Andina Dwifatma, semoga aku bisa menikmati karyanya yang selanjutnya :)
Buku ini dituliskan dari sudut pandang tokoh utama, yaitu gadis yang tidak pernah menyebutkan siapa namanya. Dan ringkasan cerita di atas tidak terlalu mewakili keseluruhan ceritanya; mungkin yang aku tuliskan hanyalah sebagai pembukaan ceritanya. Aku tidak ingin menceritakan terlalu banyak tentang kelanjutannya supaya tidak spoiler - dan juga supaya yang belum membaca dapat merasakan sensasi yang aku rasakan saat membacanya. Alur ceritanya dimulai dengan tenang; tidak banyak percakapan yang terjadi, tetapi narasi tokoh utama yang penuh dengan pemikirannya semakin memperdalam karakternya. Konflik mulai bermunculan ketika sampai di bagian tengah buku ini, kemudian semakin lama semakin rumit dan 'aneh' - terlebih lagi saat sang ikan mas koki muncul. Hal yang cukup aku sayangkan adalah ending dari buku ini tidak menyimpulkan ceritanya (yang mungkin terjadi karena bukunya ditulis dari sudut pandang pertama). Itulah yang membuatku penasaran dan masih bertanya-tanya tentang banyak hal. Meskipun demikian aku juga cukup puas dengan kalimat akhir sang tokoh utama yang menjadi judul dari buku ini. Penutup yang melegakan, tapi meninggalkan rasa penasaran.
Secara keseluruhan, aku menikmati buku ini dan sekaligus tegang saat membacanya. Penulisan Andina Dwifatma seperti membuatku melayang-layang dalam ilusi yang tidak nyata bersamaan dengan karakternya - sehingga aku begitu terhanyut dalam kisahnya. Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya bahwa aku dikejutkan oleh alur yang sama sekali tidak terduga ini. Thumbs up for Andina Dwifatma, semoga aku bisa menikmati karyanya yang selanjutnya :)
Review yang sangat menarik. :) dari pengalaman saya,andina dari dia SD hingga skrg tulisannya slalu trlihat khasnya.. Serius dan canda slalu melengkapi seakan garis2 hitam dan putih di jersey Newcastle United dia. :)
ReplyDelete