Thursday, May 2, 2013

Book Review: Lampau by Sandi Firly

.

BOOK review
Started on: 22.April.2013
Finished on: 24.April.2013

Judul Buku : Lampau
Penulis : Sandi Firly
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 356 Halaman
Tahun Terbit: 2013
Harga: Rp 40,800 (http://www.pengenbuku.net/)

Rating: 4.5/5
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Dan seperti kau ketahui, ternyata aku terlahir sebagai seorang lelaki. Namun, bukan berarti segalanya menjadi mudah bagiku. Aku disambut layaknya seorang pangeran atau bahkan juru penyelamat. Sejak detik aku disentakkan ke lantai balai, sejak itu pula aku telah dibebani seluruh tanggung jawab yang ada di wilayah pegunungan ini."
Sandayuhan, atau lebih sering dipanggil Ayuh, lahir dari seorang balian (dukun) di sebuah pedalaman Loksado. Uli Idang - Ibu Ayuh - membesarkannya seorang diri; dan sejak kelahiran anak satu-satunya ia telah meletakkan harapan yang besar bahwa Ayuh akan mewarisi apa yang dimilikinya. Akan tetapi Sandayuhan yang semakin bertumbuh besar tidak ingin kehidupannya dibatasi dan selalu ingin belajar. Keinginan itu membawanya ke dalam sebuah petualangan hidup yang tidak pernah ia sangka sebelumnya.

Amang Dulalin, sepupu Uli Idang, mempunyai peran yang besar dalam kehidupan Ayuh. Ialah yang pertama kali memperkenalkan buku kepada Ayuh, dan membuatnya mencintai buku pula. Setelah Ayuh menamatkan SD, Ibunya menentang Ayuh melanjutkan pendidikan ke SMP karena keterbatasan biaya. Amang Dulalin-lah yang menemukan jalan keluar untuk permasalahan itu, yaitu agar Ayuh bersekolah di pondok pesantren - meskipun Ayuh tidak beragama Islam dan tentunya ditentang oleh Ibunya. Saat itulah, Ayuh memutuskan untuk keluar dari dunia kecilnya di Loksado, dan memulai perjalanan hidupnya.
"Kendati tak sekalipun ia menyebutkan nama ayahku, sesungguhnya aku tahu ia ingin, tetapi ia terlalu membenci. Mungkin ia hendak mengatakan, sekarang kau pun hendak pergi seperti ayahmu. Kebencian yang dalam, bahkan untuk menyebutkan namanya saja pantang.
Namun, barangkali aku juga sama keras kepalanya dengan ibuku. Sekali aku telah menetapkan pilihan, maka aku takkan berpaling."
Selama berada di pondok pesantren Ayuh mempunyai kebiasaan yang baru, yaitu menulis sebuah catatan tentang kehidupannya. Kehidupan Ayuh kemudian tidak selalu berlangsung dengan mulus. Ia mendapat teman baik, namun juga mendapat musuh. Permasalahan kemudian membuatnya harus pergi dan melanjutkan perjalanan hidupnya yang menjadi semakin sulit. Meskipun ia harus sendirian di tempat asing, Ayuh berjuang keras untuk bertahan hidup. Hingga akhirnya, nasib pun membawanya pergi ke kota besar Jakarta saat berusia enam belas tahun.
"Catatanku selama di pondok kurang lebih berisi cerita-cerita yang terjadi di sini. Lengkap dengan suka dukanya. Kenakalan-kenakalan kecil yang anehnya kadang-kadang dibangga-banggakan. Kebodohan-kebodohan yang memalukan. Namun, ada juga hal-hal yang tidak bisa kau terima dengan ketabahan dan kesabaran - itulah yang terjadi kepadaku hingga akhirnya mengubah jalan hidupku, lebih jauh lagi dari kampung halaman. Lebih terasing."
Kedatangan Ayuh yang tidak disengaja ke Jakarta tidak berarti nasib baik. Usahanya untuk bertahan hidup mempertemukannya dengan seorang preman - membuat Ayuh mau tidak mau juga menjalani kehidupan yang serupa. Namun alur hidupnya terus berubah-ubah seiring dengan waktu. Kecintaannya akan menulis, pesan yang pernah terucap oleh sahabatnya, catatan tentang kehidupannya, akan mengubah kehidupan Ayuh.

Baca kisah selengkapnya di Lampau.
image source: here. edited byme.
Sejujurnya, saat aku membaca (atau bahkan saat membeli) buku ini, aku sama sekali tidak punya ekspektasi apapun. Aku hanya tidak bisa menolak pesona sampul buku yang terlihat begitu menarik untukku. Meskipun aku membaca sinopsis di bagian belakang, sama sekali tidak terbayang ceritanya akan seperti apa - dan frankly speaking, sinopsisnya menurutku sangat tidak mewakili keseluruhan ceritanya. Ini adalah pertama kalinya aku membaca karya Sandi Firly, dan aku sama sekali tidak dikecewakan lewat karyanya ini.

Alur cerita buku ini dimulai dengan kelahiran Ayuh, dan setelah itu semuanya seolah mengalir secara alami. Menurut pendapatku, buku ini tidak mempunyai konflik utama yang benar-benar disorot dalam ceritanya. Buku ini juga tidak hanya tentang cinta pertama seperti yang dituliskan pada sinopsisnya di belakang buku. Aku rasa, Lampau menceritakan tentang sebuah kehidupan, dan berbagai macam suka duka yang terjadi di dalamnya. Ayuh yang seolah lahir dengan takdir sebagai seorang balian, berjuang keras untuk meraih apa yang dia inginkan, dan akhirnya menemukan tujuan hidupnya. Kehidupan Ayuh yang penuh dengan tantangan terasa begitu menarik untukku, terlebih lagi gaya penulisan Sandi Firly yang sangat luwes dan indah membuat ceritanya semakin mudah dinikmati. Dan tentu saja, ringkasan cerita yang aku tuliskan di atas pun hanya seperti cuplikan dari keseluruhan isi buku ini. Hanya saja, aku sedikit menyayangkan ending buku ini yang menggantung - dan sepertinya membiarkan pembaca untuk memutuskan sendiri.
"Begitu juga dengan kebaikan yang kita lakukan. Kebaikan itu sama halnya dengan sedekah. Dengan kebaikan yang kita lakukan, kita tetap mendapatkan pahala. Dan orang yang menerima kebaikan itu, pantas atau tidak, kita harapkan juga suatu saat bisa melakukan kebaikan yang sama."
Lewat buku ini, ada banyak sekali pelajaran yang bisa didapatkan tentang kehidupan. Dimulai dari awal, aku rasa tindakan Ayuh yang tidak ingin menerima takdirnya sebagai seorang balian seperti Ibunya adalah tindakan yang luar biasa. Di sebuah tempat terpencil, Ayuh memiliki keinginan yang besar untuk mendapatkan ilmu. Karakter favoritku dalam buku ini, Ariz (sahabat baik Ayuh di pondok pesantren), juga telah memberikan banyak pelajaran moral lewat cerita ini. Ia adalah sosok yang sangat baik dan menurutku mempunyai pikiran yang mulia. Tentunya aku juga ingin menjadi pribadi seperti Ariz yang tidak mudah emosi dan berpikiran dingin, tetapi hal tersebut pastinya tidak mudah. Hingga pada akhirnya perjuangan Ayuh dalam menulis adalah sebuah gambaran bahwa kita tidak boleh mudah menyerah.
"Aku teringat kata-kata Amang Dulalin, bahwa semua memang perlu perjuangan. Dan sekarang aku memetik buah dari perjuangan itu. Manis. Benar-benar manis. Seperti menikmati sebiji kurma saat berbuka puasa pada hari pertama."
Secara keseluruhan, aku sangat menikmati buku ini meskipun ada sedikit kekecewaan dengan bagian akhirnya. Selain kisah tentang Ayuh yang sangat menggugah, aku merasa bahwa gaya penulisan Sandi Firly-lah yang telah membuat ceritanya menjadi hidup. Aku akan menantikan karya Sandi Firly yang selanjutnya dan berharap bisa membaca tulisannya lagi.

by.stefaniesugia♥ .

5 comments:

  1. Novel pertama Sandi Firly, Rumah Debu, bisa dibeli di BukuMurah.net

    ReplyDelete
  2. Informasi yang bermanfaat sekali, terimakasih, semoga sukses selalu!

    ReplyDelete
  3. terimakasih atas informasinya, sangat bermanfaat

    ReplyDelete
  4. mantap karya nya bang sandi firly.. semangat !!!

    ReplyDelete
  5. terima kasih banyak buat infonya nih... semoga bermanfaat

    ReplyDelete