BOOK review
Started on: 27.Oktober.2012
Finished on: 1.November.2012
Started on: 27.Oktober.2012
Finished on: 1.November.2012
Judul Buku : Catatan Musim
Penulis : Tyas Effendi
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 280 Halaman
Tahun Terbit: 2012
Penerbit : GagasMedia
Tebal : 280 Halaman
Tahun Terbit: 2012
Harga : Rp 38,250 (http://www.pengenbuku.net)
Rating: 3/5
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Apa seseorang boleh merasa tak pantas untuk dicintai? Bukankah manusia memang tak ada yang sempurna? Aku tetap tak ingin memikirkan ketidaksempurnaan manusia yang wajar itu. Bagiku, aku memang tak layak dicintai. Aku tak ingin mengecewakan siapa pun suatu saat nanti."
Semuanya bermula di sebuah tempat berteduh, pada penghujung musim penghujan. Di sanalah seorang perempuan bernama Tya pertama kali melihat seorang pemuda dengan kanvas, yang kemudian melukis di buku sketsanya sambil menunggu berhentinya hujan. Lewat sebuah perkenalan singkat, Tya akhirnya tahu nama lelaki itu. Gema, rain man-nya. Akan tetapi Tya sama sekali tidak tahu bahwa luka kecil yang ada pada kaki Gema saat itu, akan menjadi bencana yang besar yang tidak terduga.
Tanpa diketahui oleh Tya, luka yang ada pada kaki Gema berkembang menjadi kanker - membuat kaki lelaki itu harus diamputasi hingga batas pergelangan kaki. Sejak saat itu, Gema seolah kehilangan rasa percaya dirinya - membuatnya menarik diri dari Tya; dan memutuskan untuk melanjutkan studinya jauh ke Lille. Meskipun begitu, hilangnya Gema sama sekali tidak membuat Tya melupakan lelaki hujan-nya. Dengan usaha yang keras, akhirnya Tya berhasil memperoleh beasiswa untuk masuk ke sebuah universitas di Lille.
"Aku tak bisa berkata apa pun. Pemuda itu tak pernah mudah ditebak. Isi hatinya, perasaannya kepadaku, semuanya tak mudah dimengerti."Setibanya Tya di Lille, tidak semua hal berjalan dengan baik. Budaya yang sangat berbeda jauh dibanding dengan Indonesia membuatnya sulit beradaptasi; apalagi ia tidak tahu bagaimana cara mencari Gema yang tidak ia ketahui keberadaannya. Satu-satunya sahabat yang ia miliki adalah Kak Agam, yang selalu setia bertukar cangkir dengannya selama bertahun-tahun. Dan lewat cangkir-cangkir itu pula, takdir ternyata berbaik hati mempertemukan Tya kembali dengan Gema. Meskipun Tya sangat bersemangat untuk bertemu dengan Gema, ia sama sekali tidak yakin apakah lelaki itu merasakan hal yang sama dengannya. Hati Gema sebenarnya amat ingin membalas perasaan Tya, akan tetapi ia terus-menerus melihat dirinya yang tidak sempurna dan tidak pantas bersanding dengan gadis yang ia sukai. Bagaimanakah kisah cinta Tya-Gema yang harus melalui banyak lika-liku melalui berbagai musim?
"Buat apa kamu membohongi perasaanmu begitu? Kamu pikir bicara tentang cinta itu berarti bicara tentang kondisi fisik? Kalau seperti itu yang ada di pikiranmu, semua orang pasti nggak ada yang berpasangan karena nggak ada seorang pun di dunia ini yang sempurna."
Baca kisah selengkapnya di Catatan Musim.
image source: here. edited by me. |
Sebagai buku pertama Tyas Effendi yang aku baca, buku ini telah berhasil memberikan kesan yang cukup baik. Sejak membuka halaman pertama, kesan dan mood yang ingin disampaikan oleh ceritanya menurutku disalurkan dengan baik. Suasana hujan yang sendu dan mellow benar-benar menciptakan atmosfer romantis, sayangnya gaya penulisan yang manis ini terasa kurang lengkap tanpa ada alur cerita yang menggugah.
Pada awal cerita, aku merasa cerita ini mempunyai potensi untuk menjadi sebuah kisah yang sangat emosional bahkan menguras air mata; karena kisahnya adalah tentang seorang lelaki yang harus kehilangan kakinya - dan merasa tidak pantas lagi mencintai. Sayangnya, menurutku secara pribadi, kisahnya terlalu banyak misfocus; sehingga cerita utama yang seharusnya ada pada Tya-Gema tidak berkembang secara maksimal. Detail-detail kecil seperti pekerjaan Tya sebagai seorang penerjemah, kegiatan Tya di rumah baca, dan beberapa hal lain yang kurang relevan dengan jalannya alur cerita membuatku ingin segera melewatinya. Adanya karakter Agam sebagai orang 'ketiga' sebenarnya menjadi sesuatu yang menarik; namun sayangnya lagi, Agam tidak begitu sering muncul dan juga tidak banyak dibahas. Hal-hal seperti ini membuat emosi ceritanya secara keseluruhan perlahan hilang dan redup - sehingga pada akhir cerita, aku tidak lagi merasa simpati pada karakter-karakter dalam ceritanya. Mungkin hal ini disebabkan tidak adanya konflik antar-karakter yang benar-benar kuat dan memicu emosi; ending-nya sendiri kalau menurutku juga terlalu sederhana dan mudah dalam menyelesaikan masalahnya. Jika disimpulkan, emosi setiap karakternya kurang begitu terasa sehingga aku sebagai pembaca tidak bisa turut merasakan yang mereka rasakan.
Secara keseluruhan, meskipun aku kurang begitu puas dengan alur ceritanya, aku memberikan rating 3 untuk ide ceritanya yang sebenarnya cukup menarik (berhasil membuatku bertahan membaca kisahnya hingga akhir karena ingin tahu ending-nya) dan juga gaya penulisannya yang manis sekaligus puitis. Semoga di karya yang berikutnya Tyas Effendi dapat berkembang lebih baik lagi dan menghasilkan karya-karya yang hebat :)
Pada awal cerita, aku merasa cerita ini mempunyai potensi untuk menjadi sebuah kisah yang sangat emosional bahkan menguras air mata; karena kisahnya adalah tentang seorang lelaki yang harus kehilangan kakinya - dan merasa tidak pantas lagi mencintai. Sayangnya, menurutku secara pribadi, kisahnya terlalu banyak misfocus; sehingga cerita utama yang seharusnya ada pada Tya-Gema tidak berkembang secara maksimal. Detail-detail kecil seperti pekerjaan Tya sebagai seorang penerjemah, kegiatan Tya di rumah baca, dan beberapa hal lain yang kurang relevan dengan jalannya alur cerita membuatku ingin segera melewatinya. Adanya karakter Agam sebagai orang 'ketiga' sebenarnya menjadi sesuatu yang menarik; namun sayangnya lagi, Agam tidak begitu sering muncul dan juga tidak banyak dibahas. Hal-hal seperti ini membuat emosi ceritanya secara keseluruhan perlahan hilang dan redup - sehingga pada akhir cerita, aku tidak lagi merasa simpati pada karakter-karakter dalam ceritanya. Mungkin hal ini disebabkan tidak adanya konflik antar-karakter yang benar-benar kuat dan memicu emosi; ending-nya sendiri kalau menurutku juga terlalu sederhana dan mudah dalam menyelesaikan masalahnya. Jika disimpulkan, emosi setiap karakternya kurang begitu terasa sehingga aku sebagai pembaca tidak bisa turut merasakan yang mereka rasakan.
Secara keseluruhan, meskipun aku kurang begitu puas dengan alur ceritanya, aku memberikan rating 3 untuk ide ceritanya yang sebenarnya cukup menarik (berhasil membuatku bertahan membaca kisahnya hingga akhir karena ingin tahu ending-nya) dan juga gaya penulisannya yang manis sekaligus puitis. Semoga di karya yang berikutnya Tyas Effendi dapat berkembang lebih baik lagi dan menghasilkan karya-karya yang hebat :)
Blognya bagus >.<
ReplyDeleteWanita yang hobi baca itu sexy :p
Buku ini saya belum baca sih, saya liat dulu review-review yang lain :3
Covernya cantik. Ide ceritanya juga sebenernya menarik.
ReplyDelete